KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mendorong para pelaku usaha pariwisata di Banten untuk memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai upaya memulihkan bisnis pasca-tsunami. "Sektor pariwisata rentan dipengaruhi oleh banyak faktor. Maka saat tsunami Selat Sunda terjadi, sektor pariwisata pun terdampak, akibatnya perekenomian kian lesu," kata Sekretaris Dinas Pariwisata Provinsi Banten Wadiyo. Menteri Pariwisata Arief Yahya sebelumnya telah mendorong dalam tiga bulan ke depan sektor pariwisata Banten harus kembali bangkit, bila tidak, maka angka pengangguran terancam bertambah. "Kegiatan Kemenpar yang mengedukasi pencerahan terkait kredit maupun insentif bagi para pemilik usaha pariwisata yang terdampak tsunami sangat baik kedepannya," ujar Arief Yahya dalam keterangan yang diterima KONTAN, Jumat (15/3).
Keterlibatan banyak pihak juga sebagai realisasi dari penetapan pariwisata sebagai sektor unggulan oleh Presiden Joko Widodo yang mewajibkan seluruh Kementerian/Lembaga untuk memberikan dukungan terhadap program-program pariwisata. Menurut Kepala Bidang Perbankan, Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian, Heni Widiyanti, Program KUR menjadi jalan keluar untuk membantu pelaku usaha yang terkena dampak tsunami Selat Sunda di Banten. "KUR merupakan program perkuatan modal dengan suku bunga KUR 7% efektif per tahun atau sama dengan suku bunga flat yang setara. Total plafon KUR pada 2019 mencapai Rp 140 triliun," ujar Heni. Lebih lanjut Heni menjelaskan usaha-usaha di destinasi wisata yang dibiayai KUR meliputi daya tarik pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan minuman, jasa akomodasi, usaha penyelenggaraan pertemuan, perjalanan, insentif, konferensi, dan pameran, jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata, jasa pramuwisata, wisata tirta, industri kerajinan dan pusat oleh-oleh, serta kegiatan hiburan dan rekreasi. Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yustianus Dapot juga mengatakan pihaknya menerbitkan kebijakan relaksasi merespon bencana yang terjadi. "Kami meminta perusahaan menyusun kebijakan internal sesuai dengan 'risk appetite' masing-masing perusahaan yang di dalamnya memuat secara jelas mengenai kriteria, parameter, dan jangka waktu perlakuan khusus terhadap debitur korban bencana tsunami Selat Sunda dalam bentuk Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris dalam rangka penetapan kolektibilitas debitur/nasabah Perusahaan Pembiayaan," katanya. Ia menekankan, dasar pertimbangan tersebut hendaknya tetap mempertimbangkan keseimbangan antara potensi moral hazard nasabah dan jangka waktu pemulihan usaha/kondisi debitur atas dampak yang ditimbulkan oleh bencana tersebut.
Yustianus Dapot menilai secara umum dampak yang ditimbulkan atas bencana tsunami Selat Sunda tidak signifikan terhadap nilai piutang bermasalah baik di wilayah Banten. "Pasca bencana, piutang bermasalah di wilayah Banten mengalami penurunan sebesar Rp 70 miliar atau turun sebesar -0,23%," ujar Yustianus. Hingga saat ini OJK belum menerbitkan Keputusan Dewan Komisioner (KDK) terkait tsunami Selat Sunda. Namun pihaknya telah secara khusus meminta perusahaan pembiayaan menyusun beberapa kebijakan kepada debitur yang terkena bencana Tsunami Selat Sunda diantaranya menetapkan tingkat kolektibilitas debitur dengan kolektibilitas yang sama seperti sebelum terjadinya bencana, memberikan potongan terhadap biaya denda dan biaya reschedulling, memberikan 'grace period' mulai dari 6-12 bulan, memberikan perpanjangan tenor pembiayaan, serta memberikan potongan terhadap nilai angsuran. "Terkait KDK, dalam waktu dekat Asdep Investasi bekerja sama dengan Kemenko Bidang Perekonomian dan Himbara Jakarta akan mengadakan pertemuan dengan OJK untuk berkordinasi membicarakan hal tersebut," ujar Kepala bidang Investasi Destinasi Pariwisata Mugiyanto. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini