JAKARTA. Kinerja PT Timah Tbk (TINS) sepanjang kuartal satu tahun 2014 menurun. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, laba bersih TINS turun 25% menjadi Rp 95,02 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 126,7 miiar. Menurunnya laba bersih perseroan disebabkan oleh harga jual rata-rata timah di kuartal satu tahun ini menurun 2,54% year on year (yoy), dari US$ 23.910 per metrik ton (MT) menjadi US$ 23.302 / MT. Sebaliknya, sepanjang kuartal pertama ini, produksi bijih timah (ore) meningkat. Produksi bijih timah naik 44,09% dari 4.312 ton menjadi 6.213 ton. Sementara, produksi logam timah naik 7,83% dari 4.774 ton menjadi 5.148 ton. Akan tetapi, TINS hanya menjual sekitar 4.319 MT, menurun 26% yoy dibandingkan tahun lalu. Kontribusi penjualan logam timah dan tin solder pun merosot 13,13% yoy menjadi Rp 1,19 triliun di kuartal satu. Pendapatan jasa eksplorasi turut terimbas, turun 64,69% menjadi Rp 676 juta. Adapun, bisnis batubara menurun signifikan 93,33% menjadi Rp 2,55 miliar. Sementara, perolehan dari tin chemical masih mendongkrak pertumbuhan 32,45% menjadi Rp 31,83 miliar. Jasa galangan kapal juga meningkat 47,65% menjadi Rp 5,36 miliar.Menurut Wilim Hadiwijaya, analis Ciptadana Securities, kinerja TINS sepanjang tiga bulan pertama tahun ini masih berada di bawah ekspektasinya, yang memperkirakan peningkatan 12%. Namun, lemahnya kinerja ini didasarkan pada strategi perusahaan untuk membatasi volume penjualan, yang bertujuan untuk mencapai harga jual yang lebih tinggi. Apalagi, posisi TINS saat ini sebagai eksportir timah terbesar. "Meski performa laba bersih yang menurun, TINS tengah mengatur marjin laba yang lebih tinggi," ujarnya dalam laporan riset Ciptadana Securities, Selasa (1/7) lalu. Marjin kotor perseroan telah meningkat dari 18% menjadi 26,3%. Depresiasi Rupiah yang terjadi menyebabkan biaya kas lebih rendah 15% yoy menjadi US$ 15.933/MT. Adapun, marjin operasional juga naik tipis menjadi 14,3% di kuartal satu lalu. Wilim memproyeksikan, kinerja perseroan masih dapat diperbaiki pada semester dua, dengan mempertahankan harga timah global yang akan terangkat naik, terimbas dari pengaruh regulasi baru Pemerintah Indonesia. Merujuk pada implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 32 tahun 2013, Pemerintah tengah merencanakan pengetatan ekspor timah dengan menentukan standar konten dan paket dari produk timah, sehingga membatasi perdagangan ilegal. Di samping itu, tahun depan, semua transaksi logam timah, termasuk tin solder dari Indonesia diwajibkan untuk berdagang melalui bursa komoditas. "Regulasi ini dapat memperbaiki industri timah domestik secara terstruktur, sehingga juga akan mendukung timah harga," ujarnya .Oleh karena itu, Wilim berasumsi, harga timah dunia untuk tahun ini dan tahun depan US$ 24.000/MT dan US$ 25.000/MT.Sementara, harga timah rata-rata selama April hingga Juni 2014 ini berkisar US$ 23.140 per MT, lebih tinggi 11% dibandingkan harga rata-rata di periode yang sama tahun lalu dengan kisaran US$ 20.889 per MT. "Untuk itu, saya optimis perusahaan akan meningkatkan kinerja lebih tinggi di kuartal berikutnya," tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pelambatan kinerja TINS hanya sementara
JAKARTA. Kinerja PT Timah Tbk (TINS) sepanjang kuartal satu tahun 2014 menurun. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, laba bersih TINS turun 25% menjadi Rp 95,02 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 126,7 miiar. Menurunnya laba bersih perseroan disebabkan oleh harga jual rata-rata timah di kuartal satu tahun ini menurun 2,54% year on year (yoy), dari US$ 23.910 per metrik ton (MT) menjadi US$ 23.302 / MT. Sebaliknya, sepanjang kuartal pertama ini, produksi bijih timah (ore) meningkat. Produksi bijih timah naik 44,09% dari 4.312 ton menjadi 6.213 ton. Sementara, produksi logam timah naik 7,83% dari 4.774 ton menjadi 5.148 ton. Akan tetapi, TINS hanya menjual sekitar 4.319 MT, menurun 26% yoy dibandingkan tahun lalu. Kontribusi penjualan logam timah dan tin solder pun merosot 13,13% yoy menjadi Rp 1,19 triliun di kuartal satu. Pendapatan jasa eksplorasi turut terimbas, turun 64,69% menjadi Rp 676 juta. Adapun, bisnis batubara menurun signifikan 93,33% menjadi Rp 2,55 miliar. Sementara, perolehan dari tin chemical masih mendongkrak pertumbuhan 32,45% menjadi Rp 31,83 miliar. Jasa galangan kapal juga meningkat 47,65% menjadi Rp 5,36 miliar.Menurut Wilim Hadiwijaya, analis Ciptadana Securities, kinerja TINS sepanjang tiga bulan pertama tahun ini masih berada di bawah ekspektasinya, yang memperkirakan peningkatan 12%. Namun, lemahnya kinerja ini didasarkan pada strategi perusahaan untuk membatasi volume penjualan, yang bertujuan untuk mencapai harga jual yang lebih tinggi. Apalagi, posisi TINS saat ini sebagai eksportir timah terbesar. "Meski performa laba bersih yang menurun, TINS tengah mengatur marjin laba yang lebih tinggi," ujarnya dalam laporan riset Ciptadana Securities, Selasa (1/7) lalu. Marjin kotor perseroan telah meningkat dari 18% menjadi 26,3%. Depresiasi Rupiah yang terjadi menyebabkan biaya kas lebih rendah 15% yoy menjadi US$ 15.933/MT. Adapun, marjin operasional juga naik tipis menjadi 14,3% di kuartal satu lalu. Wilim memproyeksikan, kinerja perseroan masih dapat diperbaiki pada semester dua, dengan mempertahankan harga timah global yang akan terangkat naik, terimbas dari pengaruh regulasi baru Pemerintah Indonesia. Merujuk pada implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 32 tahun 2013, Pemerintah tengah merencanakan pengetatan ekspor timah dengan menentukan standar konten dan paket dari produk timah, sehingga membatasi perdagangan ilegal. Di samping itu, tahun depan, semua transaksi logam timah, termasuk tin solder dari Indonesia diwajibkan untuk berdagang melalui bursa komoditas. "Regulasi ini dapat memperbaiki industri timah domestik secara terstruktur, sehingga juga akan mendukung timah harga," ujarnya .Oleh karena itu, Wilim berasumsi, harga timah dunia untuk tahun ini dan tahun depan US$ 24.000/MT dan US$ 25.000/MT.Sementara, harga timah rata-rata selama April hingga Juni 2014 ini berkisar US$ 23.140 per MT, lebih tinggi 11% dibandingkan harga rata-rata di periode yang sama tahun lalu dengan kisaran US$ 20.889 per MT. "Untuk itu, saya optimis perusahaan akan meningkatkan kinerja lebih tinggi di kuartal berikutnya," tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News