Pelarangan Ekspor Konsentrat Tembaga Tidak Akan Mengganggu Pembangunan Smelter



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia menyatakan akan melarang ekspor konsentrat tembaga di tengah tahun ini menyusul pengumuman moratorium ekspor bijih bauksit yang akan dilaksanakan pada Juni 2023. 

Namun pelarangan ekspor ini masih menuai pro-kontra lantaran penjualan mineral mentah tersebut masih dominan diekspor dan pabrik pengolahan hasil tambang (smelter) masih dalam proses pembangunan. 

Lantas bagaimana dampak pelarangan ekspor konsentrat tembaga dan bijih bauksit terhadap belanja modal (capex) pembangunan smelter? 


Baca Juga: Soal Larangan Ekspor Konsentrat Tembaga, Begini Kata Menteri ESDM

Ketua Umum (Ketum) Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menjelaskan umumnya perusahaan melakukan pengembangan usaha yang memerlukan belanja modal (capex) bisa bersumber dari pinjaman perbankan/institusi keuangan (lender) atau dari modal sendiri. 

Adapun tahapan yang dilakukan adalah studi kelayakan, pencarian dana untuk capex dan financial closing. Proyek akan dimulai setelah adanya kepastian pendanaan terutama untuk capex yang diperlukan. 

“Dampak pelarangan ekspor konsentrat tembaga seharusnya tidak akan mengganggu pembangunan smelter, kecuali dananya bersumber dari internal (equity) yang mengandalkan penjualan (sales),” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (16/1). 

Adapun penghentian ekspor tentu saja akan mengurangi pendapatan perusahaan (cashflow) untuk sementara, sampai pembangunan smelter selesai dibangun dan beroperasi. 

Sementara jika pembangunan smelter menggunakan pinjaman bank (financial closing) biasanya dilakukan di depan atau sebelum konstruksi dimulai apabila perusahaan menggunakan skema pinjaman ke perbankan atau sindikasi institusi keuangan lainnya. 

Baca Juga: Ada Larangan Ekspor Tembaga, Nasib 30.000 Pekerja Freeport dan Amman Mineral Terancam

“Kalau kondisinya seperti ini tidak akan mengganggu pembangunan proyek tersebut,”   ujarnya. 

Rizal menjelaskan lebih lanjut, khusus untuk komoditas tembaga hanya ada beberapa  perusahaan saja yang beroperasi di Indonesia, di antaranya adalah PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).

Jika pelarangan ekspor konsentrat tembaga dilakukan di tengah tahun ini di saat penyerapan produk di dalam negeri masih rendah, tentu kerugian bagi perusahaan akan tetap ada yaitu menurun atau hilang pendapatan dari penjualan konsentrat tembaga sampai selesainya dibangun smelter dan beroperasi.

“Sedangkan dampak sosial lainnya kemungkinan pengurangan tenaga kerja untuk produksi karena terhentinya produksi karena alasan tidak dapat mengapalkan konsentrat,” ujarnya. 

Namun sejatinya, Rizal melihat dengan hilirisasi tembaga di dalam negeri nilai tambahnya akan bisa didapatkan oleh Indonesia. Apalagi dengan adanya pengembangan ekosistem kendaraan listrik ke depan tentu hal ini akan sangat menguntungkan Indonesia sebagai salah satu pemain di bidang ini. 

Baca Juga: Perhapi: Industri Tembaga Belum Siap Jalani Larangan Ekspor Konsentrat pada 2023

Rizal juga berpesan agar pemerintah harus segera membangun industri kendaraan listrik seperti sepeda motor, mobil, bus, truk, dan lainnya di dalam negeri. Momentum ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin agar Indonesia tidak ketinggalan dari negara lain seperti Korea, China, Jepang, Thailand, Vietnam dan Malaysia dalam pengembangan industri kendaraan listrik. 

“Kita jangan menjadi negara tujuan ekspor produk mereka. Kalau perlu kita yang mengekspor kenderaan listrik ke luar negeri,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .