Pelarangan Vape Bisa Hambat Pertumbuhan Industri



KONTAN.CO.ID - Selain menjadi pilihan alternatif bagi perokok dewasa yang bertekad berhenti namun masih berat, rokok elektrik juga muncul sebagai industri baru yang memiliki potensi pertumbuhan yang besar. Sejak resmi beredar di Indonesia, vape telah dikenai tarif cukai 57 persen dan telah menyumbang ratusan miliar sejak cukai berlaku.

Aryo Andrianto, Ketua Asosasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) mengatakan, “Industri ini sangat memiliki potensi pertumbuhan yang besar, bahkan dalam laporan Bea dan Cukai kami sudah menyumbangkan sebesar 700 Miliar rupiah sejak awal cukai berlaku.” Bahkan, industri ini juga berpeluang menambah devisa negara lewat ekspor para produsen lokal.

Namun belakangan ini muncul kecemasan di Indonesia akan penggunaan rokok elektrik. Sebabnya bukan dari negeri sendiri tapi justru karena kejadian di Amerika. Kasus penyakit paru-paru di negara tersebut memprihatinkan dan produk rokok elektronik terkena imbas negatif. Kekhawatiran ini lantas berujung pada wacana pelarangan.


Padahal pelbagai temuan termasuk fakta yang diungkap Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) dan Food and Drugs Administrator (FDA) Amerika menemukan indikasi kuat kasus tersebut disebabkan cairan ekstrak ganja. Sedangkan di Indonesia, saat pendaftaran cukai, semua produsen mematuhi peraturan dengan menjamin bahwa produknya tak mengandung narkotika atau psikotropika lain.

Aryo pun sangat menyayangkan hal ini. Ia mengatakan bahwa pelarangan bukanlah sebuah solusi yang tepat apalagi jika hanya didasarkan kepada ketakutan-ketakutan terhadap ancaman yang solusinya bisa dihadapi bersama.

“Ketakutan ini sangat kami maklumi jika didasarkan kepada berita-berita yang terjadi di Amerika belakangan ini. Harus disorot tegas juga mengenai pemberitaan di luar sana tersebut, sudah terjadi banyak klarifikasi mengenai produk ilegal yang digunakan oleh para korban. Produk ilegal tersebut yang secara halus masuk ke dalam konsumsi masyarakat Amerika disebabkan juga karena legalnya THC dan CBD di sana. Indonesia yang jelas melarang beredarnya narkoba dan sejenisnya, sebenarnya memiliki peluang yang sangat kecil untuk penyalah gunaan semacam ini,” ujar Aryo.

Lagipula kebijakan berupa pelarangan belum pernah terbukti manjur menjadi solusi. Selain justru dapat mendorong lebih dari 1 juta vaper dewasa kembali merokok konvensional, peredaran vaping akan lebih sulit diawasi karena justru akan dilakukan sembunyi-sembunyi. Kalau sudah seperti itu tentu dampaknya lebih buruk baik bagi kesehatan ataupun kepatuhan.

APVI Bersama dengan Asosiasi Vapers Indonesia (AVI) dan Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (APPNINDO) yang tergabung dalam Paguyuban Asosiasi Vape Nasional menyarankan pemerintah untuk menimbang ulang kebijakan yang akan dipilih. Ini agar keputusan tak dilandaskan pada ketakutan juga kecurigaan semata. Langkah yang diambil, harus berbasis pada keterbukaan, kejujuran dan penelitian.

“Sebuah aturan alangkah baiknya menurutsertakan elemen-elemen yang diatur. Dalam hal ini kami merasa elemen pengusaha dan pengguna sangatlah perlu dimasukkan ke dalam ruang diskusi dalam pembentukannya,” ujar Aryo.

Sebab toh, produk-produk alternatif tersebut legal dan diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan sebagai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL). Masing-masing pelaku industri pun telah diikat komitmen dan kode etik mulai dari soal inovasi produk tembakau hingga pembatasan akses untuk remaja di bawah umur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ridwal Prima Gozal