Jutaan Hektare Lahan Sawit di Kawasan Hutan Akan Dilegalkan, Bisa Jadi Preseden Buruk



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah melegalkan 3,3 juta hektare kebun sawit yang berada di kawasan hutan menuai kritikan.

Excecutive Director Celios, Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, keputusan pemerintah melegalkan 3,3 juta hektar kebun sawit yang berada di kawasan hutan merupakan preseden buruk bagi pengelolaan sawit yang berkelanjutan di Indonesia.

“Hutan yang rusak cukup luas, di sisi lain Indonesia juga berhadapan dengan UU anti-deforestasi Uni Eropa. Kebijakan melegalkan ini mengkonfirmasi bahwa sawit di Indonesia rantai pasok dan pengelolaannya tidak sustainable,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (26/6).


Baca Juga: Pelaporan Lahan dan Perizinan Sawit Akan Beri Jaminan Berusaha bagi Pengusaha

Menurut Bhima, seharusnya pihak-pihak yang telah merusak hutan tidak hanya diberikan sanksi denda ke pemerintah saja. Perlakuan ini tidak memberikan efek jera bagi oknum yang melakukan pelanggaran.

Ia mengusulkan supaya pemerintah memberikan sanksi pidana dan menerapkan kewajiban pemulihan bagi kawasan hutan yang sudah dirusak.

 “Tentu dengan cara ini denda yang dibayar lebih besar dibandingkan hanya sekadar membayar denda adiministratif ke pemerintah,” kata Bhima.

Menurutnya, banyak cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki tata kelola industri sawit mulai dari hulu hingga hilir rantai pasoknya. Bhima menyatakan, bisa dengan mencabut izin HGU kemudian dikembalikan ke negara atau menjadikan wilayah perkebunan tersebut menjadi perhutanan sosial.

Bhima bilang, peraturan yang dilaksanakan hari ini terlalu berpihak pada pengusaha dan menguntungkan pihak yang tidak patuh pada aturan.

Seperyi diketahui, Pemerintah akan melakukan perbaikan tata kelola sawit dari hulu ke hilir. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B Pandjaitan menilai semerawutnya tata kelola industri sawit lantaran Indonesia tidak memiliki data akurat soal industri sawit.

Luhut mengatakan untuk memperbaiki tata kelola perlu data yang akurat. Untuk itu melalui Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara akan melakukan pendataan ulang terkait industri sawit mulai dari kepemilikan lahan hingga jumlah produksi.

"Dalam waktu dekat Satgas akan memulai proses self reporting dari perusahaan, koperasi dan rakyat," jelas Luhut.

Bagi perusahaan diimbau untuk melaporkan informasi atas kondisi lahan perkebunan disertai dengan bukti izin usaha yang dimiliki melalui website Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (SIPERIBUN) sejak tanggal 3 Juli hingga 3 Agustus 2023.

Luhut mengemukakan saat ini terdapat 3,3 juta hektare lahan sawit yang beroperasi di kawasan hutan yang tengah diupayakan penyelesaiannya melalui Undang-Undang Cipta Kerja.

Kata Luhut, melalui UU Cipta Kerja, lahan yang sudah terlanjur masuk dalam kawasan hutan bisa dilegalkan. Asalkan, mereka taat hukum dan membayar pajak sesuai aturan yang ada.

Pemerintah menargetkan persoalan lahan sawit di kawasan hutan ini dapat rampung pada 2 November 2023. Hal ini sesuai dengan tenggat waktu yang ada pada UU Cipta Kerja.

Baca Juga: KLHK: Laju Deforestasi Indonesia Tahun 2021-2022 Turun 8,4%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat