KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara masih tertekan. Pelemahan harga komoditas itu akibat permintaan yang lemah diiringi kenaikan produksi negara importir utama. Mengutip Barchart, pada perdagangan Senin (29/5), harga batubara kontrak Juli di pasar ICE Newcastle berada di level US$ 137,15/ton atau turun 1,33% dari penutupan kemarin pada level US$ 138,5/ton. Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, produksi batu bara China naik 5,8% pada basis tahunan menjadi 734,23 juta ton pada Januari hingga Februari 2023, karena pemerintah mendorong penambang untuk meningkatkan produksi.
Sementara India menghasilkan rekor 73,02 juta ton batu bara pada April 2023, naik 8,67% pada basis tahunan, mengurangi ketergantungan pada impor.
Baca Juga: Bursa Karbon Beroperasi September 2023 , OJK Keluarkan Aturan Teknis 12 Juni Sebaliknya, UE membakar lebih sedikit batu bara dan gas dari Oktober 2022 hingga Maret 2023, dengan produksi batu bara turun 11% pada basis tahunan dan produksi gas turun 38 terawatt/jam. "Bahkan stok yang tidak terpakai diantisipasi untuk dijual meskipun terjadi kerugian," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (29/5). Faktor lainnya berasal dari anjloknya harga gas alam yang juga diperkirakan akan membantu peralihan Eropa dari batubara tahun ini. Hal tersebut juga memiliki dampak yang sama. Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong sepakat. Harga gas alam Eropa yang sudah mendekati harga rata-rata pra Covid-19, membuat permintaan batubara menurun dan malah ekses
inventory dari pembeli hendak dijual kembali ke Asia. Menurutnya, saat ini sulit untuk batubara mengalami kenaikan. Sebab, yang bisa mendorong kenaikan harganya apabila ekonomi China bisa tumbuh lebih kuat. "Namun harapan ini masih susah dicapai karena tensi China dan Barat yang makin tajam dan menuju
decoupling," katanya. Meski begitu, penurunan harga batubara dinilai sudah mendekati batas bawah. Sehingga penurunan harganya akan lebih terbatas. Lukman memprediksi harga batubara di kisaran US$ 135 - US$ 155 hingga akhir tahun. Serupa, Sutopo bilang bahwa produsen bahan baku China telah berada di garis depan penurunan industri. Sebab, permintaan yang buruk dan deflasi harga merobek margin di pabrik baja, peleburan logam, perusahaan kimia, dan penambang batu bara. Menurutnya, biaya produksi kemungkinan akan sebagai katalis yang akan menahan penurunan harga lebih lanjut.
Baca Juga: Harga Minyak Naik di Awal Pekan, Didorong Kesepakatan Plafon Utang AS "Biaya produksi yang tinggi akan mengurangi keuntungan, dan pada batas tertentu menjadi tidak menarik dan produktivitas berkurang," sambungnya. Namun, indikasi pemulihan ekonomi yang lebih lambat dari perkiraan di China dapat berdampak lebih besar pada harga meskipun terjadi pertumbuhan impor tahun ini dan peningkatan produksi batubara domestik. Stabilitas harga mungkin akan didorong oleh bagaimana pemerintah pusat China memutuskan kebijakan energi mereka. Batubara diperkirakan diperdagangkan pada US$ 176,15 pada akhir kuartal ini dan diperkirakan akan diperdagangkan di US$ 197,17 dalam waktu 12 bulan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi