Pelemahan harga minyak kurangi defisit Rp 200 M



JAKARTA. Tren melemahnya harga minyak mentah di tingkat internasional bakal menguntungkan Indonesia. Pelemahan itu juga akan menurunkan harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) yang menjadi salah satu patokan penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Semakin rendah ICP dari target, akibatnya, defisit anggaran bakal berkurang.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani menjelaskan, semakin murah harga minyak  berimbas pada penurunan dana pada pos pendapatan dan belanja negara. Namun, karena pengaruh harga minyak pada belanja negara jauh lebih besar dibandingkan pada pos pendapatan, maka defisit anggaran berkurang.

Secara umum, jika harga minyak turun maka subsidi energi bisa turun, baik subsidi bahan bakar minyak (BBM) maupun subsidi listrik. APBN-P 2014 mengalokasikan dana belanja subsidi Rp 403,04 triliun, yang sebagian besar untuk subsidi BBM dan listrik. 


Bandingkan dengan target penerimaan dari sektor minyak dan gas (migas) yang sangat kecil. Salah satunya, target pajak penghasilan (PPh) sektor migas tahun ini hanya Rp 83,89 triliun. 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat rata-rata ICP Januari-September 2014 sebesar US$ 104 per barel, lebih rendah dibandingkan target US$ 105 per barel. Dengan tren harga minyak yang melemah, ICP hingga akhir tahun ini semakin menjauh dari target.

Perhitungan Askolani, apabila harga minyak naik US$ 1 dolar maka tambahan defisit mencapai Rp 2 triliun dalam setahun. Begitu pula sebaliknya, kalau harga minyak turun US$ 1 dolar, maka defisit anggaran turun Rp 2 triliun. 

Namun, Askolani mengingatkan, ICP bukan satu-satunya faktor. Masih ada faktor lain yang mempengaruhi defisit anggaran, yakni nilai tukar rupiah yang sekarang juga cenderung melemah. 

Sesuai data Bank Indonesia, rata-rata nilai tukar rupiah pada kurs tengah hingga 8 Oktober 2014 mencapai Rp 11.761,62 per dollar Amerika Serikat (AS). APBN-P 2014 mematok nilai tukar Rp 11.600 per dollar AS. 

"Kurs agak signifikan perubahannya, sedangkan ICP tidak banyak, jadi efeknya tak seberapa," ujar Askolani, Rabu (8/10). Hitungan Askolani, efek penurunan ICP dan dikurangi dengan pelemahan nilai tukar rupiah, hanya menurunkan defisit anggaran 2014 sebesar Rp 200 miliar.

Subsidi bengkak

Kondisi ini tak akan terlalu mempengaruhi anggaran subsidi BBM. Bahkan, subsidi BBM bisa lebih tinggi, karena konsumsi yang melebihi target. "Kemungkinan hingga akhir tahun, subsidi BBM bisa lebih tinggi," ujar Askolani.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai ada tiga variabel yang menentukan besarnya anggaran subsidi energi. Ketiganya adalah nilai tukar rupiah, konsumsi BBM, dan harga minyak. Dua variabel pertama lebih memberikan pengaruh terhadap anggaran.

Rupiah yang dalam tren melemah akan meningkatkan  beban impor minyak. Sementara itu, dari sisi konsumsi ada kecenderungan mengalami peningkatan volume setiap tahunnya. Tahun lalu, konsumsi BBM ditekan ke 46 juta kiloliter (kl) karena adanya kenaikan harga. Tahun ini konsumsi diperkirakan lebih dari 46 juta kl meskipun terjadi kenaikan harga akhir tahun ini. "Karena pertumbuhan konsumsi BBM setiap tahunnya sekitar 8%," papar David

David memproyeksi anggaran subsidi energi berpotensi membengkak. Karenanya pemerintah tetap melakukan pembatasan, meski menaikkan harga BBM bersubsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa