Pelemahan rupiah bebani utang RI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih menghitung efek pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terhadap beban utang valuta asing yang dimilikinya. Efek pelemahan rupiah yang saat ini menyentuh level Rp 13.900 per dollar AS memang perlu diwaspadai, sebab berpotensi menambah beban pokok utang dan beban bunga utang valas.

Namun menurut Kementerian Keuangan (Kemkeu), sekarang masih terlalu dini untuk menghitung dampak negatif dari pelemahan rupiah terhadap utang pemerintah. "Karena pembayaran kewajiban (utang) tersebar dari awal tahun sampai ke akhir tahun," kata Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementrian Keuangan Scenaider Clasein. H. Siahaan kepada KONTAN, Rabu (25/4).

Dia menjelaskan, perhitungan dampak negatif pelemahanm rupiah terhadap utang valas akan lebih mudah terlihat setelah pergerakan nilai tukar dan realisasi utang pemerintah selama satu semester ke depan. "Namun saat ini kami tetap melakukan kalkulasi secara cermat tentang efek kurs," kata Scenaider.


Sebenarnya risiko utang pemerintah terhadap pergerakan nilai tukar rupiah memang cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir (lihat tabel). Ini karena perbandingan utang valuta asing terhadap total utang pemerintah semakin kecil.

Mengacu pada stress test di Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, pelemahan nilai tukar tidak terlalu berdampak besar terhadap total utang. Stress test di badan usaha milik negara (BUMN) keuangan, nilai utang akan meningkat 2,28% jika kurs melemah 20%. Sedangkan saat ini, kurs rupiah melemah di kisaran 5% sejak awal tahun.

Apalagi utang luar negeri (ULN) pemerintah dalam tren turun, mencapai US$ 177,85 miliar per Februari 2018. Jumlah itu lebih kecil dibandingkan posisi Januari 2018 sebanyak US$ 180,21 miliar. Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu menunjukkan, sampai akhir tahun 2017, utang dalam bentuk dollar AS mencapai 29,1% dari total utang pemerintah.

Beban utang naik

Ekonom Institute for Development Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, pelemahan utang berpengaruh terhadap kewajiban Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah yang harus dibayar tahun ini. BI mencatat kewajiban pembayaran ULN pemerintah mencapai US$ 9,1 miliar di 2018. "Misal asumsi kurs Rp 14.000, maka selisih pembayaran ULN pemerintah mencapai Rp 5,5 triliun," terang Bhima.

Kinerja ekspor juga tidak menyebabkan debt to service ratio (DSR) meningkat. Padahal, DSR Indonesia sudah 34%. "Di Asia kita salah satu yang paling tinggi. Ini jadi kurang sehat," ujar Bhima. Untuk itu BI perlu menjaga rupiah dengan intervensi dan pemerintah wajib menahan laju kenaikan utang valas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto