JAKARTA. Pemerintah harus terus mewaspadai kinerja nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Pasalnya, pergerakan rupiah semakin jauh dari asumsi makro yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang ditetapkan sebesar Rp 12.500 per dollar AS. Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin (18/5) rupiah bertengger di level Rp 13.116 per dollar AS atau melemah 0,72% dari awal Mei 2015. Dampak pelemahan rupiah terhadap anggaran sudah di depan mata. Tapi saat ini dampaknya diklaim tak mengkhawatirkan. "Menurut perhitungan kami, sampai saat ini anggaran masih aman," kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani, kepada KONTAN, kemarin (18/5).
Apalagi, postur anggaran tahun ini tak seberat tahun-tahun sebelumnya lantaran tak ada beban subsidi energi yang terlalu besar. Bahkan, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pernah mengatakan, dengan postur anggaran APBNP 2015 saat ini, setiap pelemahan rupiah Rp 100 justru akan berpotensi menambah surplus anggaran sekitar Rp 2,3 triliun. Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih bilang, pelemahan rupiah yang terjadi selama dua pekan ini memang belum terlalu membahayakan anggaran. Sebab, pemerintah tidak lagi dibebani subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti sebelumnya. Di APBN 2014, jika ada pelemahan Rp 100 per dollar AS, defisitnya bertambah Rp 3 triliun. "Sekarang subsidi BBM hanya solar, jadi sensitivitasnya berkurang banyak terhadap nilai tukar," ujar Lana. Pembiayaan terimbas Tapi, pelemahan rupiah ini bakal berdampak negatif pada pembiayaan pemerintah. Maklum, dengan rupiah yang melemah, beban pembiayaan yang harus ditanggung pemerintah semakin berat terutama untuk pembayaran cicilan pokok dan bunga utang luar negeri. Apalagi, ada potensi penerimaan negara berpotensi tak tercapai sesuai target.