Pelemahan rupiah berdampak ke perbankan



JAKARTA. Nilai mata uang Garuda terus menurun terhadap mata uang Paman Sam, Amerika Serikat. Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia (BI) terakhir, rupiah berada di angka Rp 13.453 per dollar Amerika Serikat. Nilai ini tercatat melemah 8,14% sejak awal tahun ini.

Ekonom mencatat, pelemahan rupiah akan berefek negatif terhadap kinerja sektor perbankan. Efek paling besar adalah menurunnya kualitas kredit atau naiknya non performing loan (NPL).

Ekonomi Kementrian Keuangan, Agus Poputra mengatakan, memburuknya kualitas kredit perbankan karena sebagian bahan baku yang digunakan industri berasal dari produk impor. Nah, melemahnya rupiah membuat beban usaha meningkat sehingga memicu bertambahnya kredit macet.


“Apalagi jika nanti pemerintah kembali menaikkan suku bunga kredit maka diperkirakan NPL akan semakin tinggi,” ujar Agus kepada KONTAN, Jakarta, Selasa (28/7). Di sisi lain, menurut Agus, bank harus mengeluarkan biaya penyisihan untuk mitigasi risiko valas. Kenaikan transaksi valas ini terjadi karena permintaan dollar mengalami peningkatan.

Selain dipicu isu kenaikan suku bunga The Fed pada September mendatang, meningkatnya permintaan dollar juga disebabkan karena tingginya pembayaran utang dollar dan kebutuhan dollar beberapa emiten di Indonesia di akhir tahun.

Namun demikian, Agus menilai, efek pelemahan rupiah terhadap likudiitas bank relatif tidak ada. "Jadi sepanjang uang valas di Indonesia tidak dibawa ke luar negeri maka hal tersebut masih relatif aman bagi likuidias sektor perbankan di Indonesia," ujarnya.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan OJK (OJK), kinerja industri perbankan sepanjang tahun 2015 masih penuh tantangan. Dalam revisi rencana bisnis bank (RBB) yang disampaikan pada tengah tahun ini kepada OJK, industri perbankan merevisi besaran proyeksi target pertumbuhan kredit dari 16%-17% menjadi hanya 13%-15% sepanjang 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri