Pelemahan rupiah berimbas pada industri pakan ternak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri pakan ternak Indonesia kembali tertekan setelah melemahnya nilai tukar rupiah. Imbasnya, harga bahan baku impor untuk tambahan pakan ternak merangkak naik.

Sebelumnya, harga bahan baku seperti bungkil kedelai pun sudah mengalami kenaikan. "Harga bungkil kedelai tetap tinggi tapi tidak menggila, sekarang masalah baru muncul giliran rupiah terkapar," ujar Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman kepada Kontan.co.id, Selasa (24/4).

Hal itu membuat beberapa pabrik pakan mulai menaikkan harga. Sementara pabrik yang memiliki stok masih mampu memberikan kelonggaran.


Kenaikan harga bergantung pada pabrik pakan. Selain itu, harga pakan itu juga ditentukan oleh oleh kualitas.

"Kenaikan harga bisa sekitar Rp 150 per kilogram (kg) hingga Rp 300 per kg," terang Sudirman.

Meski begitu, Sudirman bilang industri pakan tidak akan membebankan kenaikan keseluruhan pada harga jual. Hal itu dikarenakan persaingan yang ketat antar produsen pakan ternak.

Saat ini ada 80 lebih pabrik pakan di seluruh Indonesia dengan kapasitas produksi lebih dari 24 juta ton. Angka itu dinilai jauh dari volume permintaan pakan yang hanya sekitar 18 juta ton pada tahun 2017. "Jadi kompetisinya sangat berat," jelas Sudirman.

Sebagai bahan baku dari industri peternakan, kenaikan harga pakan ternak dinilai akan berpengaruh kepada harga hewan ternak. Meski begitu, hal tersebut dibantah oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian (Kemtan), I Ketut Diarmita.

"Harga ayam masih normal sesuai harga acuan pembelian," ungkap Ketut.

Harga acuan pembelian daging dan telur ayam di tingkat petani sebesar Rp 18.000 per kg. Sementara harga di tingkat pedagang untuk daging ayam Rp 32.000 per kg sementara harga telur Rp 22.000 per kg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto