KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah yang melemah dalam sepanjang Mei 2018 mengerek harga sejumlah barang dan berpotensi menjadi pemicu utama inflasi bulan lalu. Tapi, sejumlah ekonom yang dihubungi KONTAN memperkirakan, laju inflasi Mei, yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini (4/6), lebih rendah dari periode sama, satu bulan jelang Lebaran tahun-tahun sebelumnya. Andry Asmoro, Ekonom Bank Mandiri memproyeksikan, inflasi Ramadan tahun ini hanya 0,33%. Dengan hitungan itu, inflasi tahunan Mei
year on year sebesar 3,35%. Menurut Andry, sumber inflasi yang terlihat jelas selama bulan lalu adalah depresiasi nilai tukar rupiah. "Itu memicu kenaikan harga barang impor atau
imported inflation," katanya kepada KONTAN, Jumat (1/6) pekan lalu.
Pada Mei, kurs rupiah menembus level Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, depresiasi terdalam sepanjang Mei menyentuh posisi 14.205 per dollar AS. Pada 2017, inflasi satu bulan sebelum Lebaran (Mei 2017) adalah 0,39% dan tahunan 4,33%. Sementara di 2016 yakni Juni sebesar 0,66% dan tahunan 3,45%. Pada 2015 yaitu Juni sebesar 0,54% dan tahunan mencapai 7,26%. Inflasi yang rendah tahun ini berkat keberhasilan pemerintah menjaga stabilitas harga sejumlah komoditas pada komponen harga pangan yang bergejolak (
volatile foods). Misalnya, beras, daging ayam, telur ayam, dan bawang merah. "Penetapan harga eceran tertinggi (HET) dan harga acuan cukup efektif menjaga pergerakan harga bahan pangan. Tambah lagi, waktu panen raya padi geser ke April 2018," terang Andry. David Sumual, Ekonom Bank Central Asia (BCA), juga memprediksikan, inflasi Mei rendah, hanya 0,24% sehingga inflasi tahunan bulan lalu sebesar 3,27%. Sementara inflasi inti tahunan selama Mei, perkiraan David: 2,72%. Sejauh ini, David menyebutkan, sejumlah harga barang masih stabil. Beberapa harga bahan makanan memang naik tapi kenaikannya tidak signifikan. Hanya memang, "Pengaruh pelemahan rupiah mulai terinternalisasi ke harga barang," ungkap David. Josua Pardede, Ekonom Bank Permata, juga memproyeksikan, inflasi bulan lalu 0,23% dan tahunan 3,25%. Namun, menurut Josua, penggerak inflasi Mei adalah komponen
volatile foods, seperti daging ayam dan telur ayam, serta
administered pricesterutama transportasi.
Untuk itu, Josua menilai, pemerintah harus lebih antisipatif dalam mengelola harga pangan terutama selama bulan puasa dan Lebaran yang pada dasarnya terjadi setiap tahun. Bukan cuma itu, pemerintah juga perlu meningkatkan manajemen logistik untuk mengatasi kekurangan pasokan bahan pangan yang terjadi di beberapa daerah. "Di sisi lain, efek harga yang diatur pemerintah cenderung mulai normal karena faktor
high base effect sebagai dampak kenaikan tarif listrik tahun lalu," jelas Josua. Sementara Berly Martawardaya, pengamat ekonomi Universitas Indonesia, memperkirakan, inflasi Mei berkisar 0,5% hingga 0,6%. Proyeksi ini berkaca dari inflasi Mei dua tahun terakhir, yang sama-sama sudah memasuki Ramadan sekitar 0,5%–0,6%. "Bahan makanan, seperti daging ayam dan telur ayam, menyumbang inflasi karena faktor permintaan yang meningkat selama Ramadan," jelas Berly. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini