KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas saham yang bergerak di bidang farmasi kompak lesu sejak awal tahun 2025. Tekanan pada saham farmasi ini dinilai sejalan dengan pelemahan rupiah, yang berpotensi meningkatkan biaya impor bahan baku dan menekan margin keuntungan emiten di sektor kesehatan. Tengok saja, pergerakan saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) tercatat mengalami penurunan 9,19% secara tahun berjalan (year to date/ytd). Saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) juga melemah 1,69% ytd. Sementara itu, PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) turun 1,6% ytd dan PT Diagnos Laboratorium Utama Tbk (DGNS) terkoreksi 7,69% ytd.
Equity Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo menilai bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah masih menjadi tantangan bagi sektor farmasi. "Rata-rata saham farmasi masih tertekan oleh sentimen pergerakan nilai tukar rupiah, yang berpotensi meningkatkan biaya operasional," kata Azis kepada Kontan, Kamis (30/1). Namun di tengah tekanan ini, Azis melihat peluang akumulasi pada saham-saham farmasi bagi para pelaku pasar. Baca Juga: Millennium Pharmacon (SDPC) Perpanjang Fasilitas Pinjaman Rp 370 Miliar dari Bank UOB Menurutnya, momentum libur Imlek, serta Ramadan dan Lebaran dapat memberikan dorongan bagi kinerja emiten farmasi dari sisi pendapatan. "Kami cenderung melihat saat ini sebagai waktu yang tepat untuk akumulasi karena adanya momentum musiman yang dapat mendorong perbaikan kinerja," tambah Azis. Senada, Senior Research Analyst BNI Sekuritas Patricia Gabriela mengatakan saham farmasi khususnya KLBF dan SIDO terdampak akibat pelemahan rupiah yang sudah terjadi sejak awal tahun perdagangan. "Hal ini didorong banyaknya raw material yang diperlukan perusahaan dibeli dalam nominal dolar Amerika Serikat, maka sentimen akan terpengaruh oleh pergerakan rupiah," ujar Patricia kepada Kontan, Kamis (30/1). Head of Investment Specialist PT Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah Budiman menambahkan saham-saham seperti TSPC dan SIDO merupakan tipe perusahaan yang masih memiliki potensi pertumbuhan pendapatan single to low double digit di tahun 2025, apabila melihat kinerja beberapa tahun terakhir. Fath melihat ekspansi penjualan ekspor SIDO berpotensi menjadi katalis positif jika kontribusinya terus meningkat. Sementara itu, PRDA diperkirakan tidak mengalami pertumbuhan signifikan mengingat kapasitas jaringan laboratorium yang sudah tersedia saat ini. Adapun DGNS memiliki prospek yang lebih menarik jika aksi korporasi yang sempat direncanakan tahun lalu dengan perusahaan berbasis di Singapura, ASA Ren dapat kembali direalisasikan.
DGNS Chart by TradingView