KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku tren pelemahan kurs rupiah cukup membebani para pelaku industri manufaktur dalam negeri. Terlebih lagi, para produsen manufaktur juga terpapar oleh kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. Belakangan ini, kurs rupiah terus melemah hingga mendekati level Rp 16.000 per dolar AS. Pada Selasa (24/10), kurs rupiah di situs Bloomberg berada di level Rp 15.849 per dolar AS. Di tengah tren pelemahan rupiah, BI telah menaikkan suku bunga acuan menjadi 6% pada pekan lalu. Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyatakan, pelemahan rupiah yang terjadi dalam tiga bulan terakhir sudah sangat mengganggu pelaku usaha, karena menyebabkan terjadinya penggelembungan
overhead cost usaha. Akibatnya, produktivitas atau kinerja usaha dan daya saing ekspor produsen Indonesia menurun.
Baca Juga: Rupiah Melemah Nyaris Sentuh Rp 16.000 Per Dolar AS, Pengusaha Kena Imbasnya Beberapa pelaku usaha di berbagai sektor manufaktur terpaksa mengerek harga jual produk di pasar karena kenaikan
overhead cost seiring efek pelemahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap beban impor bahan baku atau penolong dan barang modal. "Sangat penting bagi kami agar pelemahan nilai tukar bisa segera dihentikan atau rupiah bisa kembali menguat dalam waktu dekat secara berkelanjutan, meskipun harus dilakukan dengan cara menaikkan suku bunga acuan," jelas Shinta, Selasa (24/10). Apindo menilai, kebijakan kenaikan suku bunga acuan oleh BI diproyeksikan memperparah peningkatan beban
overhead cost usaha yang sudah terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Namun, besaran kenaikan
overhead cost masih belum bisa ditentukan karena pihak produsen perlu melihat dahulu bagaimana kenaikan suku bunga acuan akan berdampak pada peningkatan suku bunga pinjaman riil kepada pelaku usaha dari sektor perbankan. Ini mengingat acap kali kenaikan suku bunga pinjaman riil tidak selalu sama besarannya dengan kenaikan suku bunga acuan BI. "Kami sangat berharap sektor perbankan bisa mempertahankan suku bunga pinjaman di level yang sama atau setidaknya menciptakan kenaikan yang sama besarnya dengan kenaikan suku bunga BI yakni maksimal 25 bps, sehingga kenaikan
overhead cost di sisi pelaku usaha menjadi lebih minimalis," urai dia. Apindo memperkirakan kenaikan suku bunga acuan dapat memperlambat laju pertumbuhan kredit usaha karena risiko dan beban pinjaman yang lebih tinggi.
Baca Juga: Hikmah Pelemahan Rupiah: Indonesia Terlihat Lebih Kompetitif dari Negara Lain Shinta merasa sektor perbankan juga semakin selektif dalam mendistribusikan kredit dengan tingkat suku bunga yang ada saat ini, karena tidak semua sektor usaha di Indonesia memiliki kinerja atau margin laba yang cukup besar untuk menanggung beban bunga yang ada.
Di sisi lain, Apindo melihat bahwa potensi pelemahan rupiah masih sangat tinggi hingga akhir tahun nanti, terlebih jika The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya untuk mengendalikan inflasi di AS atau bila konflik di Timur Tengah berlanjut yang kemudian mempengaruhi harga dan suplai migas di pasar global. Di samping itu, Apindo juga menyadari bahwa pergerakan rupiah juga ditentukan oleh ketahanan atau fundamental ekonomi Indonesia. Maka itu, Apindo memaklumi sekaligus mendukung langkah antisipatif BI dengan meningkatkan suku bunga acuan, karena risiko pelemahan rupiah semakin besar. "Semoga saja dengan langkah kebijakan ini, pelemahan nilai tukar bisa diminimalisir, bahkan rupiah bisa menguat," tandas dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .