KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah ditutup melemah seiring meningkatnya ketegangan antara Rusia-Ukraina dan ketidakpastian dari arah suku bunga Amerika Serikat (AS). Tekanan bagi rupiah diperkirakan masih berlanjut di perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (22/11). Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mencermati, pelemahan rupiah disebabkan oleh eskalasi konflik Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung yang telah meningkatkan permintaan dolar AS sebagai mata uang
safe haven. Dolar AS pun didukung kebijakan ekonomi dari AS, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan Donald Trump. Dari domestik, rupiah dipengaruhi oleh keputusan Bank Indonesia (BI) menahan level suku bunga acuan di angka 6%. Namun, langkah moneter tersebut belum cukup untuk mengimbangi penguatan dolar AS.
‘’Indikator ekonomi domestik, seperti inflasi dan neraca perdagangan, juga memegang peranan penting. Data terkini yang menunjukkan penurunan inflasi cukup positif, tetapi kinerja ekonomi secara keseluruhan masih menjadi perhatian,’’ kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Kamis (21/11).
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Melemah 0,53% ke Rp 15.942 Per Dolar AS, Kamis (21/11) Teranyar, Bank Indonesia baru saja merilis data neraca transaksi berjalan mengalami defisit sebesar US$ 2,2 miliar atau 0,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal III-2024. Realisasi ini lebih rendah dibandingkan defisit sebesar US$ 3,2 miliar atau 0,9% dari PDB pada kuartal II 2024. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi melihat, Bank Indonesia masih memiliki ruang penurunan suku bunga atau BI Rate ke depan, meskipun terbatas. Penurunan suku bunga BI akan mempertimbangkan rendahnya inflasi, serta pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih lanjut, saat ini fokus BI diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik hingga perekonomian global, dengan perkembangan politik AS usai kemenangan Donald Trump sebagai presiden. Namun, Ibrahim mengamati, dolar AS kembali menguat seiring
harapan untuk jalur penurunan suku bunga telah dikurangi. Pasar kini memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) sebesar 52% pada pertemuan Fed bulan Desember, turun dari 82,5% seminggu yang lalu, menurut FedWatch Tool milik CME. Baca Juga: Ada Pembayaran Utang, Defisit Neraca Transaksi Berjalan Diprediksi Membesar Sebuah jajak pendapat
Reuters menunjukkan bahwa sebagian besar ekonom memperkirakan Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan bulan Desember, dengan penurunan yang lebih dangkal pada tahun 2025. Perkembangan ini karena mempertimbangkan risiko inflasi yang lebih tinggi dari kebijakan Trump. ‘’Komentar terbaru dari pejabat Fed, termasuk Ketua Jerome Powell, telah menunjukkan bahwa bank sentral bersikap lambat dan terukur dalam jalur penurunan suku bunganya,’’ kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Kamis (21/11). Dengan berbagai faktor tersebut, Ibrahim memproyeksi rupiah kemungkinan kembali ditutup melemah di rentang Rp 15.920 per dolar AS–Rp 16.000 per dolar AS di perdagangan Jumat (22/11). Sedangkan, Sutopo memperkirakan rupiah akan ditutup melemah di kisaran Rp 15.875 per dolar AS–Rp 16.000 per dolar AS.
Mengutip
Bloomberg, Kamis (21/11), kurs rupiah spot ditutup melemah sekitar 0,38% ke level Rp 15.931 per dolar AS.
Rupiah Jisdor Bank Indonesia juga terpantau koreksi 0,53% ke level Rp 15.942 per dolar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati