Pelemahan Rupiah Hambat Daya Saing Industri Manufaktur



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpotensi memberikan dampak signifikan bagi sektor industri manufaktur di Indonesia. 

Bhima Yudhistira Adhinegara Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), menilai bahwa pelemahan rupiah akan meningkatkan biaya produksi di industri manufaktur, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi daya saing harga jual produk.

“Pelemahan rupiah membuat biaya bahan baku dan impor menjadi lebih mahal. Ini berdampak pada kenaikan harga jual barang, yang akan lebih sulit diterima oleh konsumen, terutama di sektor industri yang berorientasi pada pasar domestik. Daya beli masyarakat juga semakin tertekan, mengingat inflasi dan harga barang yang terus naik,” ujar Bhima kepada KONTAN, Rabu (18/12).


Baca Juga: Rupiah Bisa Sentuh Level Rp 16.400 per dolar AS pada 2025, Ini Pemicunya

Bagi pelaku industri manufaktur, terutama yang banyak bergantung pada bahan baku impor, dampak dari pelemahan rupiah menjadi lebih besar. Biaya produksi meningkat, sementara daya beli konsumen menurun, menyebabkan ketidakseimbangan di pasar. 

Di sisi lain, pinjaman dalam bentuk valuta asing (valas) juga menambah beban bagi perusahaan, karena kewajiban utang dalam dolar AS semakin membengkak seiring melemahnya rupiah. Bhima mengingatkan bahwa dengan tingkat bunga yang masih tinggi, beban utang ini semakin memberatkan pelaku usaha.

Untuk mengurangi dampak negatif dari pelemahan rupiah, Bhima menyarankan beberapa strategi yang dapat ditempuh oleh pelaku industri manufaktur. Salah satunya adalah percepatan penggunaan hedging valas untuk mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar. 

Selain itu, perusahaan juga perlu mengurangi konten impor, mencari sumber bahan baku yang lebih murah, serta melakukan diversifikasi produk untuk menyesuaikan dengan daya beli masyarakat yang semakin terbatas.

“Contohnya, industri makanan ringan dapat meluncurkan produk baru yang lebih terjangkau tanpa mengorbankan kualitas. Ini bisa menjadi solusi bagi perusahaan yang ingin mempertahankan daya saing di pasar domestik yang semakin ketat,” ujar Bhima.

Baca Juga: Rupiah Jatuh ke Level Rp 16.000 per Dolar AS, Begini Efeknya Bagi Eksportir

Namun, untuk jangka pendek, Bhima mengingatkan bahwa beberapa perusahaan mungkin akan memilih untuk melakukan efisiensi biaya, seperti mengurangi jumlah karyawan atau mengurangi jam kerja. Meskipun ini bisa mengurangi biaya produksi, namun langkah ini berisiko semakin melemahkan daya beli masyarakat, menciptakan siklus yang lebih sulit bagi sektor manufaktur.

Selanjutnya: Mata Uang Rupiah Terancam Laju Penurunan Suku Bunga AS yang Lambat di Tahun Depan

Menarik Dibaca: Prakiran Cuaca Jakarta Besok (19/12), Ini Daerah yang bakal Diguyur Hujan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi