JAKARTA. Efek domino pelemahan rupiah mulai membikin jantung berdebar tak karuan. Tak hanya pemerintah dan pelaku usaha yang harus menghitung ulang beban anggarannya, masyarakat juga dibikin kelimpungan. Loyonya rupiah hingga Rp 12.151 per dollar Amerika Serikat (AS) kemarin (18/12), membuat harga-harga barang melesat tak karuan. Kementerian Perdagangan mencatat, sejak awal Desember hingga 17 Desember, harga daging ayam broiler sudah naik 2,53% menjadi Rp 28.515 per kilogram (kg). Begitu juga dengan telor ayam naik Rp 500 per kg menjadi Rp 19.008 per kg.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Franky Sibarani mengatakan, kenaikan harga barang tak terhindarkan. Kenaikan beban pengusaha akibat rupiah yang kehilangan energi membuat biaya impor naik. Beban menjadi kian berat lantaran ada kenaikan tarif listrik, bunga kredit perbankan akibat kenaikan BI rate serta upah buruh. Ini pula yang membuat pengusaha menaikkan harga jual barang sekitar 10%-15%. Sebagai otoritas fiskal, pemerintah juga tak kebal pelemahan rupiah. Kementerian Keuangan menghitung, dengan kurs rupiah Rp 12.105 per US$ pada 16 Desember 2013, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2013 naik menjadi Rp 225,5 triliun, atau 2,41% dari produk domestik bruto (PDB). Angka naik jika dibandingkan dengan defisit APBNP 2013, sebesar Rp 224,2 triliun atau 2,38% dari PDB. Menteri Keuangan Chatib Basri bilang, tiap pelemahan rupiah Rp 1.000 menyebabkan defisit APBN naik Rp 5 triliun. Pos belanja yang membengkak antara lain subsidi bahan bakar minyak yang diprediksi naik hingga Rp 50 triliun.
Pembayaran utang luar negeri juga ikut naik. Hingga 5 Desember 2013, anggaran pembayaran utang sudah naik hingga 171%, dari target semula sebesar Rp 15,8 triliun menjadi Rp 26,9 triliun. Upaya pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk menahan pelemahan rupiah tampaknya belum membawa hasil. Mulai dari intervensi, mencari beking lewat bilateral swap arrangement dengan Jepang, China, Korea Selatan dan Asean hingga memperoleh dana siaga hingga US$ 55 miliar tak mampu memulihkan otot rupiah. Kata Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih, pemerintah masih memiliki instrumen untuk mengamankan anggaran yakni hedging impor minyak dan rupiah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie