Pelemahan rupiah mengancam kinerja emiten



JAKARTA. Posisi rupiah masih tersudut di hadapan dollar Amerika Serikat. Di akhir 2011, nilai tukar rupiah masih Rp 9.069 per dollar AS. Namun, Jumat (28/9) lalu, pasangan USD/IDR di posisi 9.590. Ini berarti, rupiah telah melemah 5,74% year-to-date (ytd) terhadap dollar AS.

Pelemahan rupiah ikut berimbas negatif ke kinerja sejumlah emiten. Salah satunya, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). Perusahaan ini menderita kerugian selisih kurs senilai Rp 213 miliar di akhir Juni lalu. Padahal di periode sama tahun lalu, TLKM masih mencetak laba kurs senilai Rp 194 miliar. Pemicu kerugian kurs lantaran utang Telkom berbentuk dollar AS.

Kerugian kurs lebih parah dialami oleh PT Indosat Tbk (ISAT), yakni Rp 522,3 miliar pada semester I-2012. PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) juga menderita rugi kurs Rp 92,23 miliar di semester I 2012.


Analis Ciptadana Securities Mitchel Jauwanto menilai, pelemahan rupiah bakal mengancam emiten yang memiliki utang dollar AS cukup besar. Laba bersih MASA, misalnya, berpotensi tergerus kendati penjualannya naik.

Mitchel memproyeksikan, laba bersih MASA di tahun ini senilai Rp 141 miliar, turun 1,40% daripada laba bersih 2011. Proyeksi penurunan itu lebih diakibatkan selisih kurs. “Utangnya dalam dollar AS sehingga pelemahan rupiah menyebabkan utangnya terlihat bertambah. Tapi, secara operasional tidak rugi, karena jual belinya dalam dollar,” tuturnya.

Selain itu, laba MASA berpotensi turun akibat beban operasional yang meningkat demi mendongkrak penjualan dalam negeri.

Managing Partner Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe menilai, pelemahan rupiah hanya berdampak minim terhadap kinerja emiten. Bagi emiten yang memakai bahan baku impor, manajemen tentu sudah mengaturnya, seperti memakai stok bahan baku yang masih ada.

“Biasanya stok bisa bertahan sampai beberapa bulan ke depan,” ungkap Kiswoyo.

Sedangkan, perusahaan yang memiliki utang berdenominasi dollar AS kerap memanfaatkan fasilitas hedging dari bank. “Mereka biasanya sudah memasukkan ini ke dalam manajemen risiko sampai level berapa pelemahan rupiahnya,” tutur Kiswoyo.

Dia melihat, sampai akhir tahun ini, USD/IDR bisa kembali di kisaran 9.300, bahkan bisa di bawah 9.000. "Seharusnya dollar melemah dengan adanya QE3,” kata Kiswoyo.

Pandangan berbeda disampaikan oleh Kepala Riset Reliance Securities Wilson Sofan. Dia memperkirakan, USD/IDR di akhir tahun ini bisa berkisar 9.700 hingga 9.800. “Karena potensi laju indeks dollar menuju 85. Saat ini posisinya sudah 79,” ujar dia.

Ketika pasangan USD/IDR sampai di atas 9.800, menurut Wilson, pelaku pasar mulai was-was. “Kalau di level sekarang masih bisa diantisipasi. Ada kemungkinan di semester kedua, ada potensi kerugian kurs,” tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro