Pelemahan rupiah merobek korporasi



JAKARTA. Posisi rupiah kian terpojok di hadapan dollar Amerika Serikat. Mengacu kurs tengah Bank Indonesia (BI), kemarin, rupiah menyusut 0,05% menjadi Rp 13.192 per dollar AS. Di pasar spot, rupiah terkoreksi 0,25% ke Rp 13.220 per dollar AS.

Sejak awal tahun hingga kemarin atau year-to-date (ytd), rupiah jeblok 6,72%. Kondisi ini menekan nyaris semua perusahaan. PT Indosat Tbk (ISAT), misalnya, menderita rugi kurs Rp 688,42 miliar pada kuartal I-2015. Sementara PT XL Axiata Tbk menelan rugi kurs Rp 1,05 triliun, dari sebelumnya untung selisih kurs  Rp 477 miliar. Pun sejumlah korporasi lain menghadapi nasib serupa.

Celakanya, prediksi Kepala Riset NH Korindo Securities Reza Priyambada, kerugian kurs masih mengancam emiten di kuartal kedua tahun ini. "Jika sampai Juni rupiah terus melemah, emiten masih menderita kerugian kurs," ucap dia, kemarin.


Analis First Asia Capital David Sutyanto melihat, apabila The Fed mengerek suku bunga acuan, rupiah semakin terpuruk. Efeknya, rugi kurs berpotensi membesar.

Beberapa emiten memang telah melakukan lindung nilai atau hedging. Namun, hedging tak bisa maksimal karena porsi komponen valuta asing yang dilindungi hanya beberapa persen. Posisi nilai tukar saat hedging  menentukan rugi atau laba kurs. Sudah begitu, hedging juga memerlukan biaya yang tak sedikit.

Direktur Keuangan PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) Kent Carson sempat mengungkapkan mahalnya biaya hedging di Indonesia. Demi melindungi laporan keuangannya dari tekanan fluktuasi valuta, SMCB mengurangi porsi utang valasnya.

Tahun lalu, porsi utang valas SMCB mencapai 70%. Tahun ini, porsinya berkurang menjadi 36%. Akhir tahun depan, SMCB ingin menguranginya lagi menjadi 20%.

Strategi lain menangkal rugi kurs adalah mengurangi eksposur valuta asing. Misalnya menggunakan bahan baku lokal. Masalahnya, tak semua bahan baku tersedia di dalam negeri.

Dus, Managing Partner Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe menilai, beberapa emiten masih menderita rugi kurs meski telah hedging. "Jika demikian, berarti perusahaan tak melakukan hedging di semua beban atau utang dengan mata uang asing," ujar dia.

Prediksi David, hingga akhir tahun nanti, rupiah berada di  level Rp 13.500, sementara  proyeksi Reza rupiah di level Rp 13.800 per dollar AS.

Melemahnya rupiah jelas menjadi pukulan ganda bagi korporasi pada saat ini. Sebab selain terpukul kurs, mereka juga harus menghadapi kelesuan bisnis, serta melemahnya penjualan. Naga-naganya ekonomi kita bakal menghadapi turbulensi lagi. Jadi sebaiknya bersiap siagalah.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto