Pelemahan Rupiah Sudah Terjadi Sejak Awal Tahun, Begini Respons BI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kekuatan dolar Amerika Serikat (AS) masih menekan laju mata uang rupiah. Pada perdagangan Jumat (30/9), Di pasar spot, rupiah menguat 0,23% ke Rp 15.227 per dolar AS. Namun dalam sepekan, rupiah melemah 1,24%.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Wahyu Agung Nugroho mencatat, sebenarnya pelemahan rupiah sudah terjadi sejak awal tahun hingga 30 September 2022. Nilai tukar pada 30 September 2022 terdepresiasi 2,24% (ptp) dibandingkan dengan akhir Agustus 2022 dan terdepresiasi 6,40% dibandingkan dengan level akhir 2021.

Meski begitu, Wahyu mengatakan depresiasi rupiah tersebut masih relatifbaik dibandingkan dengan depresiasi mata uang di sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India yang terdepresiasi 8,65%, Malaysia 10,16%, dan Thailand 11,36%.


Meski begitu, menurutnya perkembangan nilai tukar akan tetap terjaga ditopang pasokan valuta asing domestik dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, juga Langkah-langkah stabilitas Bank Indonesia.

Baca Juga: Bank Indonesia Perkirakan Ekonomi pada Kuartal III 2022 Bisa Tumbuh 5,5%

“Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi,” tutur Wahyu dalam agenda pelatihan media di Ubud Bali, Minggu (1/10).

Adapun, Wahyu menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sedang terjadi ini disebabkan oleh indeks dollar atau DXY yang memang sudah menguat.

Dia mencatat indeks dolar menunjukkan pergerakan dolar terhadap enam mata uang negara utama lainnya, meliputi Euro (EUR), Japanese Yen (JPY), Poundsterling (GBP), Canadian Dollar (CAD), Swedish Krona (SEK), serta Swiss Franc (CHF).

Indeks dolar tersebut berada pada level 112,25 pada 29 September 2022, meningkat dari level dari akhir pekan lalu di level 111,35. Pelemahan ini juga tidak hanya terjadi di Indonesia tapi di seluruh dunia. Hal ini tercermin dari indikator DXY posisinya meningkat sampai 112 ini level cukup tinggi.

Lebih lanjut, kondisi pelemahan yang terjadi di banyak mata uang negara ini, lebih dipicu ekspektasi pelaku pasar keuangan global yang ingin mencari aman, sehingga mereka lebih memilih menempatkan dananya dalam bentuk dollar.

“Sehingga investor melakukan risk off, tidak ingin menempatkan dananya di negara berkembang. Ini yang menyebabkan tekanan tambahan di pasar keuangan domestik di berbagai negara, termasuk Indonesia,” katanya menambahkan.

Baca Juga: Bank Indonesia Sebut Utang Luar Negeri RI Masih Aman di Tengah Pelemahan Rupiah

Meski begitu, Wahyu mengatakan, pihaknya selalu mengontrol dan mengambil sikap atas kondisi tersebut. Cara yang ditempuh BI diantaranya melalui bauran kebijakan dan intervensi di pasar, baik melalui pasar spot maupun melalui Domestic Non Deliverable Forward (DNDF).

Intervensi yang dilakukan BI tersebut agar pelaku pasar tidak khawatir terhadap kondisi perekonomian di Indonesia. Ini karena pelemahan nilai tukar rupiah ini lebih didominasi akibat adanya tekanan eksternal.

Kondisi melemahnya rupiah justru terjadi akibat memburuknya ekonomi global karena kenaikan inflasi dan agresifnya kebijakan suku bunga acuan Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi