Pelemahan Rupiah Terhadap Dolar AS Berdampak ke Pengusaha Ekspor dan Impor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah tersungkur ke level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Level rupiah saat ini juga sulit ditoleransi dari sisi bisnis.

Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi menyatakan, pelemahan rupiah cukup menghantam pebisnis importasi. 

"Jika rupiah tembus di angka Rp 16.000 apalagi sampai Rp 17.000 atau Rp 18.000 di pastikan industri akan kesulitan memenuhi kebutuhan bahan baku karena harga mendatangkan bahan baku kebutuhan industri menjadi mahal, di sisi lain daya beli masyarakat juga masih rendah," kata Subandi saat dihubungi KONTAN, Senin (15/4). 


Baca Juga: Pelemahan Rupiah Bikin Pengusaha Waswas

Akibat pelemahan rupiah, GINSI melihat bisa terjadi penghentian produksi dan merumahkan karyawan/PHK.

Namun, ia melihat ada beberapa langkah yg mungkin bisa jadi pilihan pelaku usaha impor yakni mengurangi volume import yang berarti menurunkan volume produksi, menaikkan harga jual produk meski sangat sulit di terima pasar atau konsumen, mengurangi ukuran atau takaran bagi industri makanan dan minuman dan terakhir yakni mengurangi tenaga kerja agar dapat menurunkan beban dan biaya perusahaan.

"Tapi kalau dolar benar-benar tembus sampai di angka Rp 18.000 dipastikan banyak perusahaan yang gulung tikar alias tutup," tegasnya. 

GINSI menilai idealnya dolar dikisaran Rp 15.000 sampai Rp 15.500. 

Baca Juga: Pebisnis Ekspor dan Impor Khawatirkan Pelemahan Rupiah

Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Toto Dirgantoro mengatakan  pelemahan rupiah turut berdampak pada pengusaha ekspor. "Kita kan juga impor bahan baku, impor mesin dan lain-lain dengan kurs yang cukup tinggi sehingga pada saat kita produksi tentu berpengaruh," katanya. 

Toto mengatakan pengusaha ekspor tentunya menginginkan kurs yang fundamental bukan yang fluktuasi. Industri yang paling terkena dampak tentunya adalah manufaktur. 

Apalagi, permintaan pasar global, terutama dari negara-negara maju menurun seiring ketidakpastian ekonomi. Di sisi lain, koreksi rupiah merugikan bagi perusahaan ekspor yang bahan bakunya impor, apalagi jika permintaan ekspor ikut melemah.

Sejak awal, GPEI memprediksi rupiah yang fundamental sekitar Rp 14.000 namun ternyata melebihi Rp 16.000. Toto melihat hal ini turut mempengaruhi kebutuhan bahan bakar minyak yang bisa terdampak dari pelemahan rupiah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .