Pelemahan rupiah yang mencapai 500% dalam 25 tahun terakhir dinilai wajar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam 25 tahun terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sudah melemah 508,58%. Dalam beberapa kesempatan, rupiah pernah melemah tajam hingga menembus Rp 16.500 seperti ketika krisis moneter pada 1998-1999 silam maupun periode awal terjadinya pandemi Covid-19.

Selain itu, berbagai krisis ekonomi yang terjadi juga sempat membuat rupiah melemah cukup tajam dalam seperempat abad terakhir. Seperti krisis sub-prime mortgage pada 2008 silam, krisis ekonomi Eropa pada 2010, lalu taper tantrum ketika Federal Reserve mulai menormalisasi kebijakan moneter pada 2013, hingga ketegangan perang dagang antara AS dengan China pada 2018-2019 kemarin.

Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengungkapkan, pelemahan rupiah dalam 25 tahun terakhir merupakan hal yang wajar. Menurut dia, koreksi tajam rupiah selalu terjadi ketika ada krisis global yang menghantam pasar keuangan. Hal tersebut pun merupakan sesuatu yang wajar.


Baca Juga: Hasil lelang SUN menurun setelah The Fed mengumumkan tapering off

Sebagai mata uang emerging markets, pergerakan rupiah akan sangat tergantung dengan pergerakan dolar Amerika Serikat (AS) yang jadi acuan mata uang global. Apalagi, setiap terjadinya krisis tersebut, para pelaku pasar modal beralih ke safe haven seperti dolar AS sehingga semakin memukul nilai tukar rupiah.

“Pelemahan seperti itu kan tidak hanya terjadi di rupiah, tapi juga berbagai mata uang yang lain. Namun, di beberapa kesempatan, rupiah sebenarnya banyak melemah lebih karena sentimen eksternal, ketimbang fundamental rupiah itu sendiri,” kata Reny kepada Kontan.co.id, Selasa (28/9).

Menurut dia, di luar krisis keuangan global yang memang memukul semua perekonomian negara-negara, secara fundamental rupiah cukup solid dan stabil. Seperti ketika terjadi perang dagang pada 2018 silam maupun potensi tapering yang akan terjadi pada akhir tahun ini atau tahun depan.

Senada analis Monex Investindo Futures Faisyal juga menyebut pelemahan rupiah seringkali disebabkan oleh faktor-faktor yang terjadi di negara maju dan memukul mata uang emerging markets. Hal tersebut pun merupakan sesuatu yang wajar mengingat dolar AS dan situasi ekonomi AS akan jadi penggerak pasar uang dunia.

Baca Juga: Nasib rupiah esok ditentukan oleh pernyataan Jerome Powell di hadapan senat AS

Namun, Faisyat mengatakan, belakangan ini Bank Indonesia sebagai otoritas sentral sudah memiliki langkah yang positif. Ia mencontohkan, belakangan ini pemerintah mulai menggunakan mata uang yuan maupun mata uang regional lainnya untuk perdagangan bilateral. Hal ini berpotensi membuat rupiah tidak terlalu bergantung pada dolar AS lagi.

“Apalagi, jika BI bisa memperkuat pondasi dengan menumbuhkan ekonomi Indonesia sehingga nilai rupiah jadi lebih kuat. Selain itu, langkah menaikkan suku bunga acuan juga bisa jadi opsi untuk memperkuat nilai tukar rupiah,” imbuh Faisyal.

Pada sisa akhir tahun ini, rupiah dihadapkan dua kemungkinan yang akan memengaruhi pergerakannya. Faisyal menyebut, jika ternyata tapering dan kenaikan suku bunga acuan AS direspons negatif oleh pelaku pasar, ini akan menjadi tekanan bagi rupiah. Apalagi, bank sentral Inggris (BoE) juga berencana akan menaikkan suku bunga acuan. 

Belum lagi negara seperti Jerman dan Jepang akan memiliki pemerintahan yang baru sehingga bisa meningkatkan ketidakpastian di pasar. Menurut Faisyal, beberapa sentimen tersebut bisa saja membuat rupiah kembali ke area Rp 14.500 pada akhir tahun. 

Baca Juga: IHSG melemah, SMMA, MPPA, dan UNTR paling banyak dibeli asing pada Selasa (28/9)

Sementara untuk outlook yang lebih positif, Reny menyebut pelaku pasar sudah mengekspektasikan sikap The Fed yang melakukan tapering secara bertahap sehingga bisa jauh lebih diantisipasi. 

Selain itu, jika pemulihan ekonomi domestik juga berjalan secara positif, misalnya dengan angka harian kasus Covid-19 tidak bertambah tajam, aktivitas ekonomi sudah kembali menggeliat, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa jadi katalis positif untuk rupiah.

“Jika skenario ini terjadi, investasi akan terus tumbuh dan capital inflow bisa mengalir deras lagi. Maka besar kemungkinan pada akhir tahun rupiah bisa akan bertahan di level saat ini, kisaran Rp 14.200-an,” tutup Reny.

Baca Juga: Kurs rupiah Jisdor melemah tipis ke Rp 14.269 per dolar AS pada Selasa (28/9)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati