KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) membukukan kinerja positif di tahun 2018. Tahun lalu, Indonesia Port Corporation (IPC) ini mencatat laba bersih Rp 2,43 triliun, naik 9,95% dari sebesar Rp 2,21 triliun di 2017. Laba meningkat seiring pendapatan usaha yang meningkat 7,42% menjadi Rp 11,44 triliun. Secara operasional, kinerja Pelindo II juga meningkat. Perusahaan itu mencatatkan
throughput peti kemas sebesar 7,64 juta TEUs. Arus peti kemas ini meningkat 10,24% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,92 juta TEUs. Arus non peti kemas di tahun 2018 sebesar 61,97 juta Ton atau meningkat 8,55% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 57,09 juta Ton. Arus kapal di tahun 2018 sebesar 224,3 juta GT atau meningkat 10,95% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 202,15 juta GT. Arus penumpang di tahun 2018 sebesar 714.930 orang atau meningkat 39,25% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 612.680 orang.
Direktur Utama Pelindo II Elvyn G Masassya mengatakan, agar kinerja ke depan semakin meningkat, Pelindo II harus mampu terus beradaptasi. “Pada masanya dari sebelumnya sebagai operator pelabuhan menjadi trade facilitator,” katanya pada Senin (18/3). Untuk menjadi
trade facilitator, Elvyn mengatakan, pihaknya ingin menciptakan sebuah sistem pelayanan terintegrasi melalui digitalisasi. Di sisi laut, Pelindo II menyiapkan Marine Operation System (MOS), Vessel Management System (VMS) dan Vessel Traffic System (VTS), untuk memonitor dan memantau pergerakan kapal sejak mereka berangkat dari pelabuhan awal sampai tiba di Pelabuhan Tanjung Priok. Di sisi darat, Pelindo II telah memiliki Terminal Operating System (TOS) dan Non Peti Kemas Terminal Operating System (NPKTOS) serta Auto Tally untuk perhitungan kontainer. Selain itu, Pelindo II juga menyiapkan Container Freight Station (CFS), Buffer Area, DO Online, Auto Gate, Car Terminal Operating System, Reception Facility serta Truck Identification untuk mengidentifikasi pengemudi dan tujuan pengiriman barang dari seluruh armada pengangkut barang yang masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok. “Penerapan digitalisasi berbagai sisi di pelabuhan menjadi fokus utama IPC dua tahun terakhir,” kata Elvyn. Di sisi keuangan, Pelindo II melakukan transformasi yang signifikan, yaitu seluruh transaksi di pelabuhan berbasis elektronik atau Cashless Payment System. Jadi tidak ada lagi pembayaran secara tunai dan pola yang Pelindo II ini tentu berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan menjadi lebih cepat, lebih terdata, lebih transparan dan lebih akurat. Hal ini memberikan dampak yang signifikan, produktivitas meningkat,
revenue korporasi meningkat karena semua tercatat. Elvyn mengatakan Pelindo II juga menyiapkan strategi untuk pertumbuhan organik melalui pengembangan kapasitas internal. Kemudian juga untuk merealisasikan produktivitas bisa lebih tinggi, layanan bisa lebih cepat, ongkos biaya-biaya bisa lebih kompetitif. Tujuannya adalah agar pelayanan pelabuhan bisa lebih cepat, lebih mudah dan lebih murah. Ini dalam rangka mendukung program pemerintah menurunkan biaya logistik. “Sementara
non organic growth merupakan keinginan IPC untuk mengambil alih pengelolaan pelabuhan UPT hingga IPC bisa lebih bertumbuh dan pelabuhan-pelabuhan itu bisa lebih optimal pengelolaannya,” jelas Elvyn.
Fokus kedua di tahun ini adalah
national connectivity, IPC akan terus membangun proyek-proyek strategis. IPC akan bangun pelabuhan untuk peti kemas, non peti kemas, curah cair, curah kering dan sebagainya yang akan dilengkapi dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Ini adalah dalam rangka meningkatkan konektivitas antar pulau di Indonesia dari Barat sampai Timur. Fokus ketiga, IPC ingin menjalankan Global Expansion. Melalui strategi ini IPC memulai mengembangkan sayap dengan menjajaki potensi kerja sama, IPC menjadi operator pelabuhan di negara-negara lain seperti Philipina, Vietnam, Bangladesh dan sebagainya yang rencananya akan dilakukan melalui anak-anak perusahaan IPC. Elvyn memaparkan bahwa sepanjang tahun 2018, IPC telah melayani direct call ke 4 benua, yakni Inter Asia, Amerika, Eropa, dan Australia. Direct call diklaim telah berkontribusi dalam penghematan biaya logistik sebesar 40% lebih murah dari transhipment via Singapura. Selain itu, layanan ini juga menghemat waktu pengiriman barang dari 31 hari menjadi 21 hari. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat