JAKARTA. Defisit anggaran tahun ini diprediksi melebar. Dalam nota keuangan yang disampaikan pemerintah kepada DPR, pemerintah mematok defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017 mencapai Rp 397,2 triliun atau 2,92% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dengan asumsi belanja kementerian dan lembaga bisa mencapai 100%. Namun, dengan telah memperhitungkan anggaran yang tidak terserap secara alamiah, defisit anggaran tahun ini diperkirakan mencapai Rp 362,9 triliun atau 2,67% dari PDB. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, batas maksimal defisit anggaran sebesar 3% terhadap PDB. Sementara rasio utang maksimal yang diperbolehkan sebesar 60% terhadap PDB. Dengan pelebaran defisit, pemerintah bisa berutang lebih banyak lagi untuk mendorong perekonomian domestik.
Hal ini disinggung dalam pembahasan soal RAPBN-P 2017 bersama Komisi XI DPR RI. Anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo mengatakan bahwa batas maksimal 3% dalam UU telah membelenggu pemerintah untuk mengakselerasi ekonomi. Menurut dia, seharusnya batas maksimal defisit anggaran 3% ini seharusnya sudah tidak tabu untuk diperlebar. Alternatifnya adalah menggunakan instrumen perppu. “Kalau negara tidak bangun apa-apa, ya tak apa defisit 3% maksimal, tetapi saat ini negara ingin banyak bangun infrastruktur yang sudah tertinggal, kenapa masih terpatok 3% dari PDB,” ujar dia di Gedung DPR, Senin (10/7). Ia melanjutkan, penerapan batas maksimal 3% dari PDB tersebut dahulu melihat pada kondisi krisis 1998 sehingga bila ditarik dengan konteks kekinian maka sudah tidak relevan lagi, “Menurut saya, 5% dari PDB masih aman,” ujar dia. Ia juga menyarankan agar defisit dihitung dua kali dalam setahun dengan alasan penerimaan perpajakan juga dilihat per semester. Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, untuk melepas batasan 3% untuk defisit anggaran perlu forum tersendiri. Namun ia sepakat bahwa Indonesia tidak perlu terlalu ketat memasang batas 3%. “Kalau kita lihat dari berbagai negara, India apalagi, mereka 5% dari PDB tenang saja dia. Tapi kan kita tidak perlu segitu dan jangan terlalu ketat. Makanya, marilah kita dorong supaya ada forumnya, dibicarakan,” ujarnya usai rapat bersama Komisi XI DPR RI di Gedung DPR, Senin (10/7). Menurut Darmin, proses pembahasan pelonggaran batas ini bila dimulai dari sekarang adalah hal yang baik. Meski demikian menurutnya saat ini kelonggaran tersebut belum dirasa harus diterapkan. Pasalnya, pemerintah masih melihat bahwa angka defisit yang diajukan dalam RAPBN-P 2017 sebesar 2,92% tidak menakutkan lantaran tidak mungkin realisasi belanja 100% anggaran. “Sama sekali bukan untuk APBNP tahun ini, tetapi ke depannya. Namun sebenarnya setelah krisis 1998, sudah mungkin 6-7 tahun terakhir, Indonesia sudah dianggap sudah sembuh dari krisis,” katanya. Namun demikian Darmin menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin menginisiasikan hal ini meskipun pelonggaran batas defisit anggaran baik untuk dilakukan. “Tergantung pada kesepakatan politik lah. Kalau pemerintah yang inisiasi, pasti anggapannya macam-macam. Paling tidak saat ini pemeritnah tidak inisiasi,” ucapnya. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, dengan adanya batas maksimal defisit anggaran sebesar 3% terhadap PDB itu berdampak pada pemerintah sulit untuk memberikan stimulus yang lebih besar terhadap ekonomi domestik. Sementara porsi utang Indonesia saat ini relatif moderat, yaitu 30% dari PDB. “Negara lain bisa di atas 3% defisit anggarannya. Menurut saya, di saat ekonomi confidence-nya belum kuat, ini dapat dilakukan pemerintah untuk jadi stimulus,” katanya kepada KONTAN, Minggu (9/7). Ia memaparkan, perlu formulasi lebih maju terkait batas maksimal defisit anggaran ini. “Tentunya dengan mempertimbangkan kondisi makro ekonomi,” kata dia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) BhimaYudhistira Adhinegara sependapat. Menurutnya, dibanding negara berkembang di G20 sperti Brasil dan China, defisit anggaran Indonesia masih bisa dikatakan rendah. Namun, bila dibandingkan negara di asean, defisit anggaran Indonesia relatif sama dengan yang lainnya. Bila batasan maksimal defisit anggaran 3% ditiadakan, menurut Bhima ada dua sisi yang harus dilihat. Positifnya, belanja bisa lebih ekspansi lagi sehingga ada dampak ke ekonomi jangka pendek termasuk kenaikan pertumbuhan konsumsi pemerintah lebih baik. “Negatifnya pemerintah kalau mudah melebarkan batas maksimal defisit prilakunya bisa tidak hati-hati,” ujarnya.. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia