Pelonggaran DNI dinilai langgar konstitusi



JAKARTA. Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Riza Damanik menilai, rencana pemerintah memperlonggar sejumlah sektor dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) melanggar konstitusi. Sebagaimana diketahui saat ini pemerintah tengah merevisi DNI dan membahas pembukaan beberapa bidang yang tadinya tertutup untuk pemodal asing."Karena dalam UUD kita itu jelas dikatakan bahwa bumi, air, dan SDA dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Itu harus dimaknai untuk mendorong keterlibatan rakyat Indonesia secara lebih luas dalam mengelola SDA. Bukan mendorong keterlibatan asing," kata Riza kemarin di Jakarta 12/11).Riza menilai, pelonggaran DNI melanggar konstitusi lantaran sektor yang rencananya diperlonggar dan dibuka adalah sektor strategis. Implikasinya kata Riza, ekonomi Indonesia semakin rentan lantaran mengandalkan pemodal asing.Selain itu, dengan lebih banyaknya kesempatan asing merajai sejumlah sektor ekonomi di Indonesia, Riza menengarai hal itu semakin menjauhkan kesempatan rakyat Indonesia untuk mendapatkan hak konstitusional seperti misal mendapat pekerjaan. "Misal juga kegiatan usaha yang baik. Seharusnya negara bisa dukung ke sektor-sektor rakyat. Pada kenyataannya akan terjadi komersialisasi dalam kontrol privat asing," katanya."Maka oleh sebab itu yang terjadi ke depan dengan situasi demikian boleh jadi kita akan menjadi tamu di tanah air kita sendiri," kata dia lagi.Asal tahu saja, dari hasil rapat sementara, sebanyak lima bidang usaha yang sebelumnya tertutup bagi investor asing akan dibuka. Bidang usaha di bandar udara (bandara), pelabuhan, dan jasa kebandarudaraan akan dibuka akses kepemilikan modal asingnya sampai 100%. Ini bukan pada asetnya, melainkan pada pengelolaannya.Dua bidang usaha lainnya adalah terminal darat dan terminal barang. Dari yang sebelumnya tertutup untuk investasi asing, kepemilikan modalnya akan dibuka sampai 49%.Sementara ada sekitar sepuluh bidang usaha yang selama ini telah dibuka aksesnya akan diperluas skalanya. Hal itu misalnya pariwisata alam, dari kepemilikan saham asing maksimal 49% menjadi maksimal 70%. Telekomunikasi jaringan tertutup dari 49% menjadi 65%. Farmasi dari 75% menjadi 85%. (Estu Suryowati/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan