Pelonggaran transhipment terkendala persyaratan



JAKARTA. Pebisnis perikanan menilai cukup berat syarat pelonggaran dari larangan bongkar muat di laut (transhipment) yang diajukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Sebelumnya, Menteri Susi bilang, surat edaran (SE) untuk izin transhipment akan diberikan jika Asosiasi dapat memberikan data jumlah anggota dan tangkapan mereka dalam lima tahun terakhir.

Terkait persyaratan ini, Wakil Ketua Umum Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Eddy Yuwono mengatakan, pihaknya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Ia bilang, sebagai asosiasi mereka tidak dapat memaksa bila anggota mereka tidak memberikan data jumlah tangkapan ikan mereka selama lima tahun terakhir. "Kami hanya asosiasi, darimana kami dapat datanya. Kami tidak dapat memberikan sanksi bila anggota membandel," ujar Eddy, Kamis (12/3).

Eddy menjelaskan, selama ini, pihaknya mendapatkan data dari Kepala Pelabuhan atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) setempat. Menurutnya, syarat yang diwajibkan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Astuin. Karena itu, sampai saat ini belum ada titik terang terkait kapan SE itu diterbitkan. Sebab sejauh ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih ngotot menyaratkan adanya data tersebut sebagai pesyaratan keluarnya SE. 


Eddy menyarankan bila KKP serius ingin memberikan SE bagi pelaku perikanan lokal untuk transhipment di tengah laut, maka seharusnya, data yang diminta adalah data lima tahun yang akan datang. Jika syaratnya seperti itu, Asosiasi akan mulai mengumpulkannya.

Bila larangan transhipment ini tidak dilonggarkan, tutur Eddy, maka pelaku usaha perikanan tidak dapat bertahan lagi. Soalnya, selama ini, untuk memudahkan dan menghemat biasa operasional, para pemilik kapal saling titip ikan di kapal pengangkut. Dengan adanya kapal pengangkut ikan, ekspor tuna segar pun masih bisa dijalankan. Tapi bila tidak, maka Indonesia terancam tidak dapat mengekspor Tuna Segar lagi.

Sebab, bila tidak ada kapal pengangkut, maka kapal penangkap ikan harus bolak balik antara pelabuhan dan laut lepas. Namun biasnaya, setiap kapal baru bisa kembai sektiar enam bulan hingga sembilan bulan, maka dapat dipastikan, ikan tangkapan sudah tidak segar lagi.

Selama ini, Indonesia mengekspor 70% dari total ekspor tuna segarnya ke Jepang dan 30% lagi diekspor ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa dimana di sana ada sejumlah rumah makan Jepang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia