Peluang belanja saham indeks LQ45



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tidak ada jaminan saham paling likuid di Bursa Efek Indonesia, seperti saham indeks LQ45, selalu menguntungkan. Lihat saja, selama tiga bulan terakhir, indeks LQ45 justru merosot paling tajam, sebesar 1,81%. Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya turun 0,15% di periode yang sama.

Meski demikian, sejumlah analis menilai, pelaku pasar dapat memanfaatkan momentum ini untuk membeli saham LQ45, yang memiliki potensi besar untuk menanjak.

Sejak awal Juli hingga akhir September tahun ini, saham LQ45 yang anjlok paling dalam adalah saham Bumi Resources (BUMI), yakni melorot sampai 46,79%. Posisi kedua adalah Matahari Department Store (LPPF) yang terpangkas 34,68%. Lalu, saham Perusahaan Gas Negara (PGAS) yang menguap 32,98%.


Saham-saham LQ45 yang termasuk 10 besar terkoreksi paling dalam ialah Pakuwon Jati (PWON), Wijaya Karya (WIKA), Media Nusantara Citra (MNCN), Aneka Tambang (ANTM) dan Astra International (ASII).

Analis OSO Sekuritas Riska Afriani bilang, investor bisa memanfaatkan peluang koreksi untuk masuk ke saham-saham yang memiliki potensi naik cukup besar. Ini bisa terlihat dari nilai wajar suatu saham. Ia menyarankan, agar investor masuk ke saham yang mencatatkan kenaikan harga belum cukup tinggi.

Riska melihat, ada beberapa saham LQ45 yang masih menarik. Di sektor konstruksi, misalnya, pelaku pasar bisa mencicil beli saham Waskita Karya (WSKT) dan PP (PTPP).

Lalu, investor bisa langsung belanja beberapa saham sektor pertambangan, properti, perbankan, dan konsumsi. Saham-saham tersebut adalah Bukit Asam (PTBA), Adaro Energy (ADRO), Barito Pacific (BRPT), Pakuwon Jati (PWON), Bumi Serpong Damai (BSDE), dan Summarecon Agung (SMRA). Berikutnya, Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Negara Indonesia (BBNI), Indofood Sukses Makmur (INDF), Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP), serta Astra International (ASII).

"Sebenarnya, masih banyak saham yang terdiskon di LQ45. Masalahnya, harus sabar," ujar Riska.

Dana asing

Analis Indosurya Mandiri Sekuritas William Surya Wijaya menilai, salah satu penyebab penurunan indeks LQ45 adalah capital outflow alias arus keluar dana asing. Pada transaksi kemarin, investor asing mencatatkan penjualan bersih (net sell) mencapai Rp 1,13 triliun. Sejak awal tahun hingga kemarin atau year-to-date (ytd), pemodal asing sudah net sell sebanyak Rp 10,73 triliun.

Menurut William, kondisi pasar saham Indonesia menunjukkan, selama ini investor asing cenderung masuk ke saham LQ45. "Begitu juga dengan investor institusi," kata dia.

Saat ini, asing cenderung keluar dari pasar saham dan mengalihkan dananya ke pasar obligasi.

Sejatinya, investor institusi sudah memiliki ketentuan dan arahan soal pemilihan instrumen investasi. William menyebutkan, lembaga keuangan seperti dana pensiun. Hingga 31 Desember 2017 nanti, dana pensiun diarahkan menempatkan 30% investasi dalam surat berharga negara (SBN). Porsi ini meningkat dari tahun sebelumnya, yakni 20%. "Institusi di pasar saham, kan, kebanyakan memegang saham LQ45," tambah William.

Meski demikian, Wiliam memandang, saham indeks LQ45 masih tetap menjadi pilihan. "Sekarang yang masih turun kebanyakan saham-saham infrastruktur dan penunjang infrastruktur," ungkap William.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menambahkan, saham-saham yang bergerak di sektor konstruksi yang masuk dalam jajaran indeks LQ45 masih cukup menarik. Saat ini, posisi harga saham konstruksi masih tertekan sehingga kelak berpotensi untuk menguat. Beberapa saham konstruksi pilihan Hans antara lain PTPP dan WIKA.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini