KONTAN.CO.ID - Jakarta. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) berencana membentuk bank syariah terbesar kedua di Indonesia melalui Unit Usaha Syariahnya (UUS), BTN syariah. Jelas saja, langkah bisnis ini sangat tepat karena perbankan syariah memiliki potensi besar, sekaligus bakal memacu perekonomian syariah. Namun jangan salah langkah untuk mengembangkan UUS BTN menjadi bank syariah besar karena ada risiko berat di simpang jalan. Rencana BTN mengembangkan UUS menjadi bank syariah telah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Pasalnya, UUS BTN tidak akan optimal memanfaatkan potensi pasar ekonomi berbasis syariah di Indonesia yang sangat besar. Dengan jumlah penduduk muslim sebesar 87,2% dari populasi, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sektor keuangan dan ekonomi syariah. Kementerian Agama (Kemenag) juga mencatat ada hampir 30.000 pondok pesantren di Indonesia yang diantaranya memiliki potensi ekonomi. Pemerintah juga gencar mendorong program sejuta sertifikasi halal gratis untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Dengan potensi yang besar, tak heran jika bisnis keuangan syariah berkembang pesat. Selama tahun 2022, aset industri keuangan syariah telah mencapai Rp 2.375,84 triliun. Dalam laporan perkembangan keuangan syariah Indonesia 2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah aset tersebut meningkat dari tahun 2021 sebesar Rp 2.050,44 triliun atau tumbuh 15,87% lebih tinggi dari tahun 2021 yang sebesar 13,82%
year on year (yoy).
Agar mampu memanfaatkan potensi bisnis yang besar, manajemen BTN telah menyiapkan rencana ekspansi bisnis syariah. Akuisisi bank menjadi opsi utama. Pada awal 2022, BTN sempat membidik Bank Victoria Syariah untuk diakuisisi. Namun, rencana pembelian anak usaha PT Bank Victoria International Tbk (BVIC) itu kandas karena tidak ada kesepakatan. BTN kembali membidik bank syariah. Langkah ini telah masuk dalam rencana bisnis bank (RBB). Hal itu dikonfirmasi oleh Corporate Secretary BTN Ramon Armando dalam keterbukaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) Senin (13/11/2023). Manajemen BTN menjelaskan berencana melakukan aksi korporasi dalam 12 bulan mendatang. Salah satunya melakukan pemisahan atau spin-off unit usaha syariah (UUS) menjadi bank umum syariah (BUS). Manajemen bank yang tenar dengan layanan KPR ini memiliki kewajiban untuk segera spin off unit usaha syariahnya. Pasalnya, aset BTN Syariah pada akhir 2023 sudah mencapai Rp 54,3 triliun, meningkat 19,8% dari tahun sebelumnya. Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 12/2023, UUS wajib spin-off ketika asetnya telah mencapai 50% dari aset induk atau minimal aset mencapai Rp 50 triliun. Ketika syarat terpenuhi, UUS wajib spin-off paling lambat 2 tahun kemudian. Pada 2023, aset UUS BTN telah menembus Rp 54 triliun. Untuk Spin off, manajemen BTN kaji opsi yang paling efisien, mudah dan cepat dilaksanakan. Pilihan pertama adalah mendirikan perusahaan baru atau meminta lisensi baru untuk BUS.
Opsi kedua yaitu melakukan akuisisi bank syariah yang sudah ada. "Untuk melaksanakan opsi kedua, perseroan sedang melakukan penjajakan dengan beberapa bank syariah yang ada dan terus berkomunikasi untuk mendapatkan penawaran terbaik," jelas Ramon dalam keterbukaan. Lalu terkuaklah nama Bank Muamalat yang menjadi target akuisisi BTN. BTN tengah melakukan proses uji tuntas (due diligence) terhadap Bank Muamalat. Proses ini akan menentukan kelanjutan agenda akuisisi dan merger. Kementerian BUMN menargetkan agenda korporasi ini bisa dituntaskan pada semester I-2024 ini. Direktur Utama BTN Nixon L.P Napitupulu dalam paparan kinerja BTN, Senin 12/2/2024 pun memastikan informasi tersebut. Menurutnya, mendirikan BUS tidak mudah dan butuh waktu relatif lama. Oleh karena itu, cara paling realistis adalah mengakuisisi BUS yang sudah ada. "Saat ini kami sedang melakukan due diligence terhadap salah satu bank syariah,” kata Nixon. Nixon menjelaskan dalam melakukan
due diligence terhadap bank syariah ini ada empat aspek yang dikalkukasi secara hati hati. Antara lain, aspek finansial dan portofolio, aspek legalitas dan semua perjanjian, audit teknologi dan kesiapan sumber daya manusia (SDM). BTN menargetkan proses uji tuntas itu rampung pada April 2024 untuk selanjutnya diambil keputusan terkait akuisisi.
Baca Juga: BTN Syariah Tumbuh Merekah Waspada salah langkah Rencana BTN akuisisi Bank Muamalat Indonesia kemudian menggabungkan dengan BTN Syariah dapat menciptakan alternatif bank syariah besar di Indonesia. Hal ini akan mendukung pengembangan ekosistem syariah di Indonesia. Merger tersebut akan menciptakan bank syariah besar baru di Indonesia setelah BSI. Merger juga akan menciptakan pasar pembiayaan kepemilikan rumah syariah lebih besar ke depan. Merger juga akan memperluas segmen penyaluran kredit hingga ke pembiayaan konsumen, pembiayaan UMKM, dan pembiayaan lainnya dalam ekosistem syariah nasional. Merger akan meningkatkan produktivitas aset yang lebih baik dengan memanfaatkan jaringan kedua bank lebih optimal. Merger tersebut juga diharapkan menekan biaya operasional perseroan dalam jangka panjang. Namun, rencana tersebut harus berjalan dengan hati-hati agar tidak merugikan. Pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengungkapkan bahwa Bank Muamalat memiliki beberapa masalah di masa lalu seperti pembiayaan bermasalah alias kredit macet. Bank Muamalat juga pernah terhimpit masalah kekurangan modal. Meskipun masalah ini sudah diatasi dengan masuknya Badan Pengelola keuangan Haji (BPKH) yang kini memiliki 82,66% saham bank syariah pertama di Indonesia tersebut. Berbagai masalah di masa lalu menyebabkan kinerja Bank Muamalat tak moncer. Hingga kuartal III 2023, bank syariah dengan aset sebesar Rp 66,20 triliun ini hanya mampu menghasilkan keuntungan Rp 53,82 miliar. Bandingkan dengan BTPN Syariah yang berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 1,08 triliun sepanjang tahun 2023. Padahal, aset BPTN Syariah pada periode itu hanya Rp 21,43 triliun alias sepertiga aset Bank Muamalat. Pakar ekonomi syariah yang Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono menyayangkan jika bank yang akan diakuisisi BTN adalah Bank Muamalat. Pasalnya, Bank Muamalat adalah bank syariah pertama dan bank syariah terbesar ke-2 saat ini. Dengan arah seperti ini, spin-off hanya sekadar membawa pada konsolidasi industri saja. Akan berbeda jika bank yang akan diakuisisi BTN untuk digabungkan dengan BTN Syariah adalah bank konvensional dengan fokus pembiayaan perumahan. "Ini tidak sekadar untuk menghasilkan pesaing BSI namun juga bervisi untuk mengembangkan market share industri perbankan syariah," jelas Yusuf yang juga staf pengajar Universitas Indonesia (UI). Menurut Yusuf, BSI harus mendapatkan pesaing yang cukup kuat agar persaingan di industri perbankan syariah menjadi lebih sehat. Saat ini industri perbankan syariah sangat timpang dimana BSI menjadi satu-satunya pemain yang sangat dominan, yaitu aset pada 2023 menembus Rp 353,6 triliun, menguasai hampir 41 persen market share perbankan syariah nasional. Pesaing terdekat-nya adalah Bank Muamalat dengan aset hanya Rp 66,2 triliun (kuartal III 2023). Kemudian aset UUS CIMB Niaga Rp 61,5 triliun dan UUS BTN Rp 54,3 triliun (2023). Selayaknya BSI memiliki 3-4 pesaing yang sepadan agar industri perbankan syariah nasional lebih sehat. Oleh karena itu, sebaiknya BTN akuisisi bank konvensional untuk digabung dengan BTN Syariah. Jika BTN menggabungkan BTN Syariah dengan Bank Muamalat, maka tidak ada pengaruh-nya bagi market share perbankan syariah. Jika BTN mengakuisisi bank konvensional dengan ukuran aset, katakan Rp 75 triliun, maka market share perbankan syariah akan segera menembus 8,0%.
Jika BTN mengakuisisi Bank Muamalat, hal tersebut akan mengulang kasus merger 3 bank BUMN Syariah menjadi BSI yang tidak memiliki dampak bagi perkembangan market share industri. Pasca berdirinya BSI, dengan ketiadaan injeksi modal baru, market share perbankan syariah tidak banyak berubah. Yusuf menegaskan, spin-off UUS BTN menjadi momentum bagi BTN untuk menunjukkan keseriusan BTN untuk turut berkontribusi dalam mengembangkan dan membesarkan industri syariah dengan cara akuisisi bank konvensional dan menggabungkan nya dengan BTN Syariah menjadi BUS baru. Dan untuk menguatkan core business BTN Syariah, bank konvensional yang diakuisisi BTN sebaiknya adalah bank konvensional yang memiliki fokus di pembiayaan perumahan. Ya...namanya juga bisnis syariah.Tentunya bukan hanya mengejar untung, tapi juga kemaslahatan umat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto