KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku pasar di tanah air mulai ketar-ketir akibat meningkatnya peluang Jepang jatuh ke jurang resesi ekonomi. Hasil jajak pendapat
Reuters pada 9-18 Januari 2018 yang dirilis Senin (21/1) menunjukkan, peluang resesi ekonomi Jepang itu akan terjadi di tahun fiskal mendatang atau periode April 2019-April 2020. Sebanyak 28 dari 38 ekonom mengatakan, kemungkinan Jepang jatuh ke dalam resesi di tahun fiskal 2019 meningkat dibandingkan dengan tiga bulan lalu. Ekonom-ekonom itu memproyeksi perekonomian Jepang akan mengalami kontraksi tajam yakni sebesar 3% pada kuartal Oktober-Desember 2019, ketika pajak penjualan dinaikkan. Untuk keseluruhan tahun fiskal 2019, ekonomi Jepang diperkirakan tumbuh 0,8% dan kemudian melambat menjadi 0,6% pada tahun fiskal berikutnya.
Analis BNI Sekuritas William Siregar menilai, seharusnya pelaku pasar di Tanah Air tidak terlalu merespon serius sentimen resesi ekonomi Jepang ini. Pasalnya, perkembangan dialog antara Amerika Serikat (AS) dan China terkait konflik dagang diantara keduanya sudah menunjukkan hasil yang cukup baik. Konflik dagang yang berlarut – larut itu dinilai sebagai biang kerok melambatnya perekonomian Negeri Matahari Terbit. Konflik dagang itu berhasil membuat pertumbuhan ekspor Jepang melambat pada November 2018 karena pengiriman ke AS maupun China melemah tajam. Hal itu membuat ekspor peralatan dan pasokan yang digunakan produsen semikonduktor, ponsel, dan produk lain di China menjadi berkurang. “Pelaku pasar seharusnya lebih bijak merespon sentimen resesi ekonomi Jepang ini, ada dialog yang cukup positif antara AS dan China terkait dengan konflik dagang, jadi semestinya pelaku pasar bisa perlahan optimistis tentang pertumbuhan ekonomi global yang lebih baik,” kata William Siregar kepada Kontan.co.id Selasa (22/1). Namun, William tak menampik adanya kemungkinan resesi ekonomi Jepang itu terjadi. Jika memang hal itu benar-benar terjadi, yang bisa dilakukan oleh pelaku pasar adalah memilih saham-saham emiten yang menawarkan valuasi murah. “Valuasi murah, terlepas dari sektor apa pun itu,” tegas dia. Sementara itu, Analis Panin Sekuritas William Hartanto menyebut, terjadinya resesi ekonomi di Negeri Sakura justru bisa jadi peluang bagi masuknya investor asing di pasar modal tanah air. Ia menilai Indonesia saat ini menjadi alternatif pilihan bagi investor global ketika kondisi pasar modal di negara-negara maju memburuk. “Sekarang ini permainannya mengikuti investor asing masuk kemana, terlihat sejak awal tahun asing terus lakukan aksi beli bersih atau nett buy di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG),” ujar William Hartanto.
Dia juga bilang, sebetulnya tidak ada pengaruh langsung yang cukup besar dampaknya dari resesi ekonomi Jepang terhadap pasar modal Indonesia. Karena pasar modal Indonesia dan perekonomian global tidak selalu berhubungan satu sama lain. “Buktinya sudah berkali - kali IHSG menguat di tengah gempuran sentimen negatif dari perekonomian global,” katanya. Masih terkait dengan dampak resesi ekonomi Jepang dan pasar modal Indonesia,
Managing Director Head of Equity Capital Market Samuel International Harry Su mengatakan, IHSG merupakan salah satu indeks dengan performa terbaik di kawasan Asia-Pasifik selama 12 bulan terakhir. Hal tersebut tentunya menjadi salah satu fakta kuatnya pasar modal tanah air dari berbagai sentimen negatif global. “Namun, saya juga berpandangan bahwa pasar harus tetap menyesuaikan dengan proyeksi ekonom atau analis terkait dengan pertumbuhan ekonomi di tahun 2019,” tegas dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli