Peluang memperbaiki defisit neraca dagang Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja rupiah semakin loyo. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) menembus level Rp 14.000 per dollas AS. Ada kekhawatiran, nilai tukar rupiah semakin sulit dikendalikan usai melewati level 14.000. Pasalnya, level tersebut dianggap batas psikologi para pelaku pasar keuangan.

Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah pada perdagangan Selasa (8/5) berada di kurs tengah Rp 14.036 per dollar AS. Nilai itu terdepresiasi 80 poin dari perdagangan sebelumnya Rp 13.956 per dollar AS.

Data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2018 yang hanya 5,06% diperkirakan turut andil atas pelemahan rupiah. Pasalnya, realisasi tersebut lebih rendah dari ekspektasi pemerintah yang sebesar 5,2% dan BI sebesar 5,1%. "Tampaknya pasar memperkirakan growth seharusnya lebih tinggi," jelas Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, Selasa (8/5)


Meski lebih rendah, BI menegaskan data PDB sudah cukup bagus. Biasanya, pertumbuhan ekonomi kuartal awal cenderung lambat. Roda ekonomi baru menggeliat pada kuartal II dan seterusnya. "Secara keseluruhan, BI tidak melihat terjadi pelemahan growth PDB," jelas Dody.

Selain itu terdepresiasinya nilai tukar rupiah sebesar 0,40% lebih baik dari pelemahan India Rupee, South Africa Zaar, Rusia Rubel dan Turki Lira, yang lebih tajam. "Tekanan dari eksternal (AS) masih dominan mempengaruhi pelemahan di banyak mata uang negara maju dan berkembang," ujar Dody.

BI optimistis pelemahan rupiah tidak perlu dikhawatirkan karena diperkirakan hanya bersifat sementara. Dengan rencana kenaikan suku bunga Federal Reserve yang masih sebanyak 3 kali pada tahun ini, pelaku pasar akan beradaptasi, sehingga tercipta keseimbangan baru.

Perbaiki neraca dagang

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai pelemahan rupiah terhadap dollar AS yang terjadi saat ini justru bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk memperbaiki masalah defisit neraca perdagangan. "Dalam pengalaman kami, rupiah melemah itu membuat impor kemahalan, tapi untuk ekspor pendapatannya menjadi lebih banyak. Sedangkan masalah kita sekarang ini, defisit ekspor impor perlu diperbaiki," ungkap JK saat ditemui di kantornya, Selasa (8/5).

Defisit neraca perdagangan turut berakibat defisit pada transaksi berjalan. Sejak tahun 2012, transaksi berjalan selalu mencatatkan defisit. Tahun lalu current account deficit (CAD) sebesar 1,7% terhadap produk domestik bruto (PDB). Tahun ini BI memperkirakan CAD meningkat jadi 2,2%–2,3% terhadap PDB karena dorongan impor.

JK mengingatkan, China juga sempat melakukan pelemahan mata uangnya Yuan untuk memajukan ekonomi. Sehingga, dengan keadaan rupiah yang melemah, pendapatan ekspor Indonesia bisa lebih besar dan pendapatan negara juga akan naik.

"Di sisi lain, memang akan terjadi kenaikan harga-harga yang bahan baku impor, tapi itu bisa diselesaikan dengan mendorong orang untuk memproduksi di dalam negeri akibat impor mahal," jelas JK.

JK berharap masyarakat dan pebisnis Tanah Air tidak khawatir atas pelemahan rupiah yang terjadi saat ini. Apalagi pelemahan nilai tukar ini tidak dialami rupiah saja, tapi juga mata uang lain. Agar pelemahan tidak terlalu dalam, JK berharap BI selalu di pasar untuk intervensi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie