KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pagar misterius yang terbentang di perairan Tangerang, menghebohkan publik di awal tahun 2025 ini. Bagaimana tidak, pagar yang terbuat dari bambu tersebut punya panjang mencapai 30,16 kilometer (km). Diketahui pagar tersebut melintasi enam kecamatan yaitu, Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, dan Telukanaga. Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati mengatakan bahwa pemagaran tersebut merupakan bentuk awal dimulainya privatisasi laut yang akan dijadikan perairan privat untuk berbagai kepentingan seperti reklamasi maupun pertambakan.
“Ini adalah bentuk awal dari perampasan ruang laut. Jika di
check melalui Perda Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Banten status pemanfaatan zona ini beberapa di antaranya adalah perikanan tangkap, dan perikanan budidaya,” ujarnya melalui rilis resmi, Jumat (10/1).
Baca Juga: KKP Beri Waktu 10 Hari-20 Hari bagi Pemilik Pagar Laut Misterius untuk Bongkar Susan menjelaskan, berdasarkan penelusurannya pagar laut tersebut mulai terbentang sejak 14 Agustus 2024 lalu. Menurutnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengetahui hal tersebut pasalnya Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten bersama Polisi Khusus telah meninjau pemagaran tersebut pada 4-5 September 2024 lalu. “KKP telah mengetahui adanya pemagaran laut tersebut, akan tetapi tidak ada tindakan yang serius dan tegas yang dilakukan KKP hingga akhirnya isu ini tersebar di publik pada awal tahun 2025,” jelasnya. Susan mengungkapkan, pemasangan pagar ini menambah jumlah kasus privatisasi laut yang ada di Teluk Jakarta, bahkan ada dugaan bahwa pemagaran laut ini diduga berkaitan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ada di PIK 2.
Baca Juga: KKP Stop Pemagaran Laut Tanpa Izin di Tangerang Tak hanya itu, kata dia, tambak-tambak dan bagan-bagan perikanan telah banyak tersebar di Teluk Jakarta dan secara nyata telah mengganggu aktivitas perikanan tangkap nelayan kecil dan tradisional di sana. “Ada juga reklamasi di Teluk Jakarta untuk pembangunan pulau-pulau palsu, serta reklamasi yang terjadi di Ancol dan juga di wilayah Pantai Indah Kapuk,” jelasnya. Lebih lanjut, Susan menambahkan, pemagaran laut ini menjadi tanda bagi KKP untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh sebab tidak adanya perlindungan khusus bagi wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan kecil.
“Tidak adanya pelibatan partisipasi dari nelayan kecil dan tradisional sebagai aktor utama dari penjaga lautnya, serta evaluasi secara menyeluruh terhadap kebijakan maupun peraturan perundang-undangan yang melegitimasi perusakan laut, privatisasi laut dan juga perampasan ruang laut,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli