Pemain baja tengah bersorak, hilir berteriak



JAKARTA. Aturan kenaikan tarif bea masuk untuk produk steel wire rod alias baja batang kawat mendapatkan tanggapan beragam dari pelaku usaha. Niat mulia pemerintah melindungi baja lokal dibayangi potensi hilangnya bahan baku di dalam negeri.

PT Krakatau Steel Tbk menilai bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku sejak 18 Agustus 2015 itu sudah tepat. "Karena beberapa ekspor produk baja kami juga dikenakan bea masuk lebih besar saat hendak memasuki negara lain," ujar Iip Arief Budiman, Sekretaris Perusahaan Krakatau Steel, kepada KONTAN, Jumat (21/8).

Namun, Krakatau Steel mengaku, kenaikan tarif bea impor baja batang kawat tak akan berdampak signifikan bagi penjualan mereka. Emiten berkode KRAS di Bursa Efek Indonesia itu beralasan, produk  andalan mereka bukan baja batang kawat tapi hot rolled coil (HRC) alias baja lembaran canai panas.


Krakatau Steel memproduksi beragam baja. Selain baja batang kawat dan baja lembaran panas, perusahaan pelat merah itu jua membikin besi spons, slab baja, billet baja, dan baja lembaran dingin.

Hidayat Triseputro, Executive Director Indonesia Iron and Steel Industries Association (IISIA), tak kalah positif menyambut kebijakan anyar pemerintah. Menurutnya, aturan baru itu bisa mendongkrak produksi baja lokal. Apalagi, potensi kebutuhan baja di dalam negeri besar, seiring proyek-proyek  infrastruktur yang bakal bergulir. "Itu bisa mengurangi impor," ujar dia.

Dalam catatan IISIA, kapasitas produksi dan kebutuhan baja batang kawat dalam negeri adalah 14 juta ton per tahun. Namun, utilisasi produksi baru mencapai 8 juta - 9 juta ton per tahun. Alhasil, kekurangan itu dipenuhi oleh baja batang kawat impor.

Setelah aturan berlaku, IISIA belum mengetahui besar kapasitas baja batang kawat impor yang bisa direm masuk ke Tanah Air, terutama baja impor yang berasal dari negara-negara yang tidak memiliki jalinan kerjasama perdagangan bebas alias free trade agreement (FTA) dengan Indonesia.

Saat ini, Indonesia memiliki kerjasama FTA dengan China, ASEAN, Jepang, dan Korea Selatan. Nah, negara-negara asal impor baja di luar FTA  tersebut masuk dalam kantong most favoured nation (MFN).

Ganggu produksi hilir

Harapan  IISIA, tak cuma bea masuk impor baja batang kawat yang dikerek. Asosiasi pabrikan baja ini berharap, pemerintah juga mengerek tarif bea masuk impor di industri baja hilir.

Pertimbangan  IISIA, kenaikan bea masuk impor baja bagi industri perantara itu (pemain di antara hulu dan hilir), bisa membebani industri hilir. "Maka produk barang jadi di hilir juga perlu diproteksi dengan bea masuk  impor," dalih Hidayat.

Pendapat  berbeda  datang dari pelaku usaha di sektor hilir. Federasi Pengemasan Indonesia menilai, aturan tersebut justru berpotensi mengganggu jalannya proses produksi pemain baja hilir.

Direktur Pengembangan Bisnis Federasi Pengemasan Indonesia Ariana Susanti bilang, baja batang kawat banyak dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Masalahnya, "Belum tentu produksi baja batang kawat dalam negeri mampu memenuhi standar yang dibutuhkan," kata dia.

Ariana menjelaskan, baja batang kawat merupakan kawat logam dari serat kimia. Baja batang kawat memiliki kegunaan yang luas dalam industri, pertanian, ilmu pengetahuan, teknologi sampai pertahanan nasional.

Pemain baja lain, PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk mengaku tak akan merasakan dampak apa pun karena mereka hanya bermain di bisnis baja lembaran. "Kami  tidak produksi batang kawat dan tidak pakai batang kawat," ujar Hadi Sutjipto, Sekretaris Perusahaan dan Direktur Gunawan Dianjaya Steel.

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan