JAKARTA. Bisnis pembiayaan alat berat tahun depan semakin ramai. Pasalnya ada beberapa pemain baru dalam bisnis ini.Setidaknya ada dua pemain baru yang berpatungan dengan perusahaan Jepang akan bermain di pasar ini. Keduanya sudah memperoleh izin usaha dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Keduanya yaitu Century Tokyo Leasing Indonesia dan JA Mitsui Leasing Indonesia. Selain itu ada, perusahaan bentukan Verena Multi Finance dan IBJ Leasing Company Ltd yang bernama IJB Verena Finance. Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Roni Haslim melihat alasan investor Jepang masuk ke industri pembiayaan alat berat adalah karena prospek pasar Indonesia bagus. "Sektor pertambangan dan infrastruktur akan tumbuh terus," katanya kepada KONTAN, Minggu (25/9). Roni menilai, kelebihan investor asal Jepang adalah bisa menggaet pendanaan lebih murah. Dia mengatakan, perusahaan itu juga memperoleh kemudahan karena sebagian besar alat berat yang beredar di Indonesia merupakan pabrikan Jepang. Sisanya berasal dari Cina dan Amerika Serikat (AS). Bahkan, Roni yang juga Presiden Direktur BCA Finance mengaku akan masuk ke pembiayaan alat berat. "Sekarang sedang persiapan. Target awal tahun depan mulai jalan," kata dia. BCA Finance mengincar alat berat asal Jepang dan AS. Kehadiran pemain baru ini tidak menciutkan nyali pemain lama. "Adanya pemain baru memang bisa menurunkan pasar, tapi kami memiliki sinergi dengan United Tractors dan anak-anak grup Astra," kata Direktur Keuangan Surya Artha Nusantara Andrijanto kepada KONTAN, pekan lalu.Andrijanto memperkirakan SAN memiliki sekitar 15% pangsa pasar pembiayaan alat berat. Meski ada pemain baru, ia optimistis SAN masih bisa mengambil porsi pembiayaan yang besar. "Tahun depan kami menargetkan pembiayaan baru Rp 5,5 triliun," kata Andri. Target tersebut berarti tumbuh 25% dari target pembiayaan alat berat SAN Finance tahun ini Rp 4,4 triliun. Intan Baruprana Finance (IBF), anak usaha perusahaan distribusi alat berat Intraco Penta juga punya target ambisius tahun ini. Prospek IBF sampai akhir tahun mencapai Rp 1 triliun. "Kondisi pasar alat berat di indonesia masih cenderung positif, didukung maraknya industri batubara dan tingginya peningkatan permintaan batubara," kata Presiden Direktur IBF Fred L. Manibog dalam rilis yang diterima KONTAN.Meski tidak bernaung di bawah grup seperti halnya SAN Finance atau IBF, Buana Finance tidak kalah optimistisnya. "Penurunan sih mungkin tidak. Kami masih percaya diri," kata Direktur Pemasaran Buana Finance Herman Lesmana di Jakarta, akhir pekan lalu. Herman bilang, semakin ramai justru semakin kompetitif dan menggairahkan pasar. Menurut Herman, yang mengklaim punya 10% pangsa pasar di bisnis pembiayaan alat berat, pemain asing memang lebih leluasa mendapat pendanaan. Sementara pemain lokal tergantung pada bank dalam negeri, ditambah obligasi bagi yang sudah mendapat rating. Herman bilang perusahaan pembiayaan lokal punya kekuatan di sektor pertambangan dan perkebunan. Asing juga sebenarnya bisa menggeluti sektor ini, akan tetapi mereka butuh lebih banyak waktu untuk penyesuaian. Tahun ini Buana menargetkan penyaluran pembiayaan Rp 2 triliun. Buana Finance juga menjaga kualitas kreditnya dengan non performing loan (NPL) mendekati 0%. "Ekspor hasil tambang dan kelapa sawit sedang booming, jadi pembayaran lancar," kata Herman.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pemain industri pembiayaan alat berat makin ramai
JAKARTA. Bisnis pembiayaan alat berat tahun depan semakin ramai. Pasalnya ada beberapa pemain baru dalam bisnis ini.Setidaknya ada dua pemain baru yang berpatungan dengan perusahaan Jepang akan bermain di pasar ini. Keduanya sudah memperoleh izin usaha dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Keduanya yaitu Century Tokyo Leasing Indonesia dan JA Mitsui Leasing Indonesia. Selain itu ada, perusahaan bentukan Verena Multi Finance dan IBJ Leasing Company Ltd yang bernama IJB Verena Finance. Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Roni Haslim melihat alasan investor Jepang masuk ke industri pembiayaan alat berat adalah karena prospek pasar Indonesia bagus. "Sektor pertambangan dan infrastruktur akan tumbuh terus," katanya kepada KONTAN, Minggu (25/9). Roni menilai, kelebihan investor asal Jepang adalah bisa menggaet pendanaan lebih murah. Dia mengatakan, perusahaan itu juga memperoleh kemudahan karena sebagian besar alat berat yang beredar di Indonesia merupakan pabrikan Jepang. Sisanya berasal dari Cina dan Amerika Serikat (AS). Bahkan, Roni yang juga Presiden Direktur BCA Finance mengaku akan masuk ke pembiayaan alat berat. "Sekarang sedang persiapan. Target awal tahun depan mulai jalan," kata dia. BCA Finance mengincar alat berat asal Jepang dan AS. Kehadiran pemain baru ini tidak menciutkan nyali pemain lama. "Adanya pemain baru memang bisa menurunkan pasar, tapi kami memiliki sinergi dengan United Tractors dan anak-anak grup Astra," kata Direktur Keuangan Surya Artha Nusantara Andrijanto kepada KONTAN, pekan lalu.Andrijanto memperkirakan SAN memiliki sekitar 15% pangsa pasar pembiayaan alat berat. Meski ada pemain baru, ia optimistis SAN masih bisa mengambil porsi pembiayaan yang besar. "Tahun depan kami menargetkan pembiayaan baru Rp 5,5 triliun," kata Andri. Target tersebut berarti tumbuh 25% dari target pembiayaan alat berat SAN Finance tahun ini Rp 4,4 triliun. Intan Baruprana Finance (IBF), anak usaha perusahaan distribusi alat berat Intraco Penta juga punya target ambisius tahun ini. Prospek IBF sampai akhir tahun mencapai Rp 1 triliun. "Kondisi pasar alat berat di indonesia masih cenderung positif, didukung maraknya industri batubara dan tingginya peningkatan permintaan batubara," kata Presiden Direktur IBF Fred L. Manibog dalam rilis yang diterima KONTAN.Meski tidak bernaung di bawah grup seperti halnya SAN Finance atau IBF, Buana Finance tidak kalah optimistisnya. "Penurunan sih mungkin tidak. Kami masih percaya diri," kata Direktur Pemasaran Buana Finance Herman Lesmana di Jakarta, akhir pekan lalu. Herman bilang, semakin ramai justru semakin kompetitif dan menggairahkan pasar. Menurut Herman, yang mengklaim punya 10% pangsa pasar di bisnis pembiayaan alat berat, pemain asing memang lebih leluasa mendapat pendanaan. Sementara pemain lokal tergantung pada bank dalam negeri, ditambah obligasi bagi yang sudah mendapat rating. Herman bilang perusahaan pembiayaan lokal punya kekuatan di sektor pertambangan dan perkebunan. Asing juga sebenarnya bisa menggeluti sektor ini, akan tetapi mereka butuh lebih banyak waktu untuk penyesuaian. Tahun ini Buana menargetkan penyaluran pembiayaan Rp 2 triliun. Buana Finance juga menjaga kualitas kreditnya dengan non performing loan (NPL) mendekati 0%. "Ekspor hasil tambang dan kelapa sawit sedang booming, jadi pembayaran lancar," kata Herman.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News