JAKARTA. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan bahwa penyerapan listrik pada industri tekstil jika dijumlahkan turun sampai 20%. Inilah yang dianggap kenaikan permintaan listrik rendah oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Menurut hitungan PLN penyerapan listrik hanya naik 1%. Ketua API, Ade Sudrajat menyatakan, saat ini daya beli tekstil berkurang lantaran adanya pencabutan subsidi listrik yang dilakukan oleh pemerintah kepada pelanggan 900
kilovolt (KV). Sehingga masyarakat dibebani dengan kebutuhan listrik. Dampaknya, daya beli tekstil ikut menurun. “Jika dilihat secara keseluruhan, pada semester I 2017 ini, pemakaian listrik kami menurun sampai 20%,” terang Ade kepada KONTAN, Jumat (28/7).
Dengan kurangnya daya beli masyarakat terhadap tekstil itu, kata Ade, maka banyak perusahaan industri pertekstilan melakukan efisiensi. Caranya, dengan tidak memproduksi pada beban puncak. “Antisipasinya sekarang ya itu, banyak perusahaan yang
slow down produksinya,” jelasnya. Efisiensi juga dilakukan dengan cara mengambil libur lebaran yang lebih panjang. Misalnya menambah libur lebaran dari yang sebelumnya haya tiga hari menjadi 20 hari. “Selain itu juga kami menahan ekspansi. Paling tidak, mencari pasar ekspor yang belum pernah dijamah. Untuk harganya bisa negosiasi,” tandas Ade. Asal tahu saja, pada semester pertama tahun ini PLN mencatat volume penjualan menjadi 108,4
terra watt hour (TWh). Ini naik tipis 1,17% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 107,2 TWh. Peningkatan penjualan ini lantaran penambahan kapasitas pembangkit sebesar 1.663
megawatt (MW) yang berasal dari pembangkit PLN sebesar 463 MW dan tambahan kapasitas dari
Independent Power Producer (IPP) sebesar 1.199 MW serta penyelesaian 1.489 kilometer sirkuit (kms), jaringan transmisi dan Gardu Induk sebesar 5.750 MVA. Direktur Keuangan PLN Sarwono mengatakan, peningkatan volume penjualan ini karena ada kenaikan jumlah pelanggan. Per akhir Juni PLN mencatat 65,9 juta pelanggan. Jumlah tersebut bertambah 1,6 juta pelanggan dari akhir tahun lalu yang sebanyak 64,3 juta pelanggan. "Kenaikan permintaan kWh tersebut di dominasi oleh pemakaian listrik di golongan tarif industri," terangnya melalui siaran tertulis yang diterima KONTAN, Jumat (28/7).
Jika merujuk pada data pemakaian listrik pada semester I tahun 2016, kenaikan pemakaian listrik mencapai 7,8% dari semester I tahun 2015. Maka dari itu jelas, angka kenaikan tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun yang sebelumnya. Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia, Hidayat Triseputro menyebutkan, pada tahun ini tidak ada peningkatan pemakaian listrik dalam industri besi maupun baja. Pasalnya, saat ini perusahaan masih menahan penjualan sambil menunggu penurunan harga gas sampai US$ 6 per MMBTU direalisasikan. “Karena utilitas kami belum optimal, makanya pemakaian listrik tidak naik. Kami juga masih menuntut kesetaraan agar harga gas lebih kompetitif. Jadi bukan hanya untuk BUMN saja,” tandasnya kepada KONTAN, Jumat (28/7). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati