Pemandangan Langka, Korea Utara dan Utusan AS Adu Mulut di PBB



KONTAN.CO.ID - PBB. Pada Senin (27/11/2023), Duta Besar PBB untuk Amerika Serikat dan Korea Utara berdebat di Dewan Keamanan PBB mengenai peluncuran satelit mata-mata pertama Pyongyang dan alasan meningkatnya ketegangan. 

Ini merupakan perdebatan publik yang jarang terjadi di antara kedua pihak yang bertikai.

Mengutip Reuters, setelah hampir enam tahun absen, Korea Utara kembali mengirimkan utusannya untuk PBB ke pertemuan Dewan Keamanan mengenai program nuklir dan rudal balistiknya pada bulan Juli. Badan beranggotakan 15 orang tersebut bertemu pada hari Senin mengenai peluncuran satelit mata-mata pada 21 November 2023 lalu.


Pada akhir pertemuan, Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield dan Duta Besar Korea Utara Kim Song menyampaikan pernyataan yang tidak direncanakan, terlibat dalam duel hak jawab di meja dewan. Masing-masing berpendapat bahwa negara mereka bertindak defensif.

“Salah satu pihak yang berperang, Amerika Serikat, mengancam kita dengan senjata nuklir,” kata Kim kepada Dewan Keamanan.

“Merupakan hak yang sah bagi DPRK – sebagai pihak yang berperang – untuk mengembangkan, menguji, memproduksi dan memiliki sistem senjata yang setara dengan yang sudah dimiliki dan, atau sedang dikembangkan oleh Amerika Serikat saat ini,” katanya.

Baca Juga: Kecam Semua Kritik, Korea Utara Janji Akan Luncurkan Lebih Banyak Satelit Mata-Mata

Secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), Korea Utara telah berada di bawah sanksi PBB karena program rudal balistik dan nuklirnya sejak tahun 2006. Hal ini termasuk larangan pengembangan rudal balistik.

Teknologi tersebut digunakan untuk meluncurkan satelit minggu lalu dan mengikuti pengujian puluhan rudal balistik selama 20 bulan terakhir. Amerika Serikat telah lama memperingatkan bahwa Pyongyang siap melakukan uji coba nuklir ketujuh.

“Kami sangat menolak klaim tidak jujur DPRK bahwa peluncuran rudalnya hanya bersifat defensif, sebagai respons terhadap latihan militer bilateral dan trilateral kami,” kata Thomas-Greenfield.

Dia menambahkan bahwa latihan AS bersifat rutin, defensif, dan diumumkan sebelumnya.

“Sekali lagi, saya ingin menyampaikan dengan tulus tawaran kami untuk berdialog tanpa prasyarat, DPRK hanya perlu menerimanya,” ujarnya.

Pembicaraan denuklirisasi antara Korea Utara, Korea Selatan, China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang terhenti pada tahun 2009. Pembicaraan yang terjadi antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan pemimpin AS saat itu Presiden Donald Trump pada tahun 2018 dan 2019 juga gagal menemui titik temu.

Kim mengatakan bahwa jika ancaman militer tidak dihilangkan, Korea Utara akan terus memperkuat kemampuannya. 

Baca Juga: Korut Abaikan Perjanjian dengan Korsel, Kirim Lebih Banyak Pasukan ke Perbatasan

Thomas-Greenfield mengatakan tindakan Korea Utara didasarkan pada paranoia terhadap kemungkinan serangan AS.

“Jika ada yang ingin diberikan AS kepada DPRK, itu adalah bantuan kemanusiaan untuk rakyat Anda dan bukan senjata untuk menghancurkan rakyat Anda,” kata Thomas-Greenfield.

Selama beberapa tahun terakhir Dewan Keamanan PBB terpecah belah mengenai cara menangani Pyongyang. Rusia dan China, yang mempunyai hak veto bersama dengan AS, Inggris dan Perancis, mengatakan bahwa sanksi yang lebih besar tidak akan membantu dan mereka ingin tindakan seperti itu dilonggarkan.

China dan Rusia mengatakan latihan militer gabungan yang dilakukan AS dan Korea Selatan memprovokasi Pyongyang.

Sedangkan Washington menuduh Beijing dan Moskow menguatkan Korea Utara dengan melindungi negara tersebut dari sanksi internasional lebih lanjut.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie