JAKARTA. Bak terpapar noda besar, PT Bumi Resources Tbk (
BUMI) berupaya keras mengurangi beban utang yang menumpuk. Bermodal likuiditas terbatas, yaitu kas sekitar US$ 48 juta, perusahaan merestrukturisasi utangnya satu persatu. Salah satu utang yang berhasil direstrukturisasi adalah obligasi konversi bernilai US$ 374,9 juta yang diterbitkan tahun 2009 oleh anak usahanya di Singapura Enercoal Resources Pte Ltd. Akhir pekan lalu (22/8), meski dengan susah payah menggelar Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO), manajemen BUMI berhasil meyakinkan
bondholders menghindari utang yang jatuh tempo 5 Agustus lalu. Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI mengatakan, hampir seluruh
bondholders yang datang setuju ada restrukturisasi, melebihi syarat 75% dari peserta yang hadir. Itu pun manajemen sebelumnya sudah melobi-lobi komite
bondholders yang memegang 30% kepemilikan obligasi tersebut untuk memperbesar peluang diterima.
Hasil negosiasi dengan
bondholders itu sesuai dengan keinginan BUMI. Hasilnya antara lain, jatuh tempo diperpanjang dari 5 Agustus lalu menjadi 7 April 2018. Bunga dipangkas menjadi 6% dari 9,25%. Harga obligasi konversi ini juga dibabat menjadi Rp 250 per saham dari sebelumnya Rp 3.366,9 per saham. Sebelumnya, manajemen BUMI pernah mencoba menggelar RUPO pada 20 Juni 2014 silam namun gagal karena syarat kuorum, yaitu dihadiri 66,7%
bondholders tidak terpenuhi. Setelah restrukturisasi, harga obligasi BUMI menurut data
Bloomberg, yang bernilai US$ 300 juta berkupon 12% dan jatuh tempo November 2016, pada Senin pagi (25/8) naik 0,35 sen dollar menjadi 45,915.
Yield obligasinya turun ke posisi 58,671%. Obligasi bernilai US$ 700 juta dengan kupon 10,75% dan jatuh tempo Oktober 2017 juga naik 0,01 sen dollar menjadi 45,606 sen. Imbal hasilnya turun menjadi 44,752%. Harga saham BUMI juga melompat. Naik 3,3% ke Rp 187 per saham pada Jumat (22/8), lalu naik 5,3% ke Rp 197 per saham pada Senin (25/8). Namun, di Selasa (26/8), harga BUMI ditutup melemah 0,5% ke Rp 196 per saham. Jurus bayar utang Restrukturisasi menjadi salah satu cara BUMI lolos dari gagal bayar. Cara lainnya adalah melakukan transaksi konversi utang menjadi saham alias
equity swap. Jusrus lainnya adalah menerbitkan saham baru. BUMI sudah berencana akan menerbitkan saham dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Presiden Direktur BUMI Ari Hudaya bilang,
rights issue itu akan dilakukan dalam waktu dekat dalam rangka memperkuat fundamental dan struktur modal perseroan. Dalam rencana itu, BUMI akan merilis saham biasa seri B maksimal 32,2 miliar unit dengan harga Rp 250 per saham. Sehingga BUMI diharapkan bisa meraup Rp 8,05 triliun dari pasar. Berdasarkan prospektus, jangka waktu penerbitan
rights issue ini hanya sampai 29 Agustus. Jika ada saham yang tak terserap, sebanyak 13,8 miliar saham baru akan dialokasikan ke beberapa pihak. Salah satunya ke unit Grup Bakrie, Long Haul Holdings Limited sebesar 6,9 miliar saham atau senilai US$ 150 juta untuk membayar salah satu krediturnya, China Investment Corporation (CIC). BUMI pada CIC meminjam dana US$ 1,78 miliar. Baru Juli lalu, BUMI melepas 19% kepemilikan di Kaltim Prima Coal pada CIC sehingga utang berkurang menjadi US$ 1,04 juta. Selain menawarkan saham, BUMI juga akan melepas 42% sahamnya di PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) senilai US$ 257 juta kepada CIC. Dengan cara ini, utang berkupon LIBOR plus 6,7% per tahun pada CIC akan berkurang menjadi US$ 632 juta. Tak hanya untuk CIC, saham baru sebesar 6,9 miliar ini juga akan digunakan untuk bayar utang jangka pendek senilai US$ 150 juta dari Castleford Investment Holdings Ltd. Dampaknya, Castleford akan menguasai 18,84% saham BUMI setelah mengeksekusi
rights issue. "CIC dan Castleford telah setuju untuk mengkonversi utang menjadi ekuitas," tulis Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI kepada KONTAN, Juni lalu. Sekadar informasi, berdasarkan laporan keuangan BUMI per Juni 2014, utang jangka pendek perusahaan selain pada Castleford, juga pada Credit Suisse senilai US$ 116,56 juta. Belum aman Brian Grieser, Moody's Vice Presiden and Senior Analyst memperkirakan aksi restrukturisasi BUMI akan berlanjut ke tahun 2015 lantaran perusahaan masih harus berkutat dengan pinjaman jatuh tempo dan utang perbankan. Analis Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya menyarankan,investor untuk tetap menunggu dan mencermati proses maupun perkembangan dari aksi BUMI untuk mengurangi utang. Dia merekomendasikan investor yang sudah memiliki saham BUMI untuk mengambil posisi "
hold" sampai selesainya
rights issue. Analis Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe merekomendasikan
sell saham BUMI dengan target harga Rp 100 per saham. Dia menilai, restrukturisasi yang dilakukan akhir pekan lalu memang mengurangi beban bunga cukup besar. Namun, dia bilang, dampak penyelesaian utang saat ini belum berdampak besar pada kinerja. "Total utang BUMI masih tetap banyak," ujarnya.
Beberapa profil utang jangka penjang BUMI antara lain
guaranteed senior secured notes senilai US$ 300 juta berkupon 12% yang diterbitkan oleh Bumi Capital tahun 2009 dan akan jatuh tempo 10 November 2016. Serta, utang sejenis bernilai US$ 700 juta, berkupon 10,75% per tahun yang akan jatuh tempo 6 Oktober 2017. Dari laporan keuangan BUMI per Juni 2014, ekuitas BUMI tercatat negatif US$ 242,5 juta. Sementara total liabilitasnya mencapai US$ 7 miliar, dengan pinjaman jangka panjang mencapai US$ 2,17 miliar. Makanya, bak noda, utang besar ini belum mempercantik saham BUMI. Meskipun, pada akhir semester I-2014 lalu, perusahaan milik Grup Bakrie ini behasil membukukan kenaikan pendapatan sebesar 15%
year on year menjadi US$ 1,58 miliar, dan laba bersih US$ 168,02 juta setelah merugi US$ 249 juta setahun sebelumnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia