Pemanfaatan Energi Batubara di Indonesia Masih Tinggi Hingga 2060



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemanfaatan energi batubara untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia ternyata masih cukup tinggi dan berlanjut hingga tahun 2060 ke depan. Ini tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) yang saat ini tengah digodok oleh Kementerian ESDM. 

Dalam RPP KEN, pemanfaatan energi final untuk jenis energi batubara dipecah per-10 tahun, dihitung mulai dari tahun 2030 dan yang paling lama berada di tahun 2060. 

Di tahun 2030 pemanfaatan energi final untuk jenis energi batubara berada dalam kisaran antara 58,6 juta TOE (lima puluh delapan koma enam juta tonnes of oil equivalent) sampai dengan 62,9 juta TOE. 


Baca Juga: Beda Nasib Harga Batubara dan Nikel

Kemudian, tahun 2040 dalam kisaran antara 85,8 juta TOE sampai dengan 87,8 juta TOE. Tahun 2050 dalam kisaran antara 79,5 juta TOE sampai dengan 81,8 juta TOE. Dan tahun 2060 dalam kisaran antara 45,4 juta TOE sampai dengan 57,0 juta TOE. 

Terkait target dalam rancangan ini, Plh Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno mengatakan untuk pemenuhan target kemungkinan bisa dilakukan tanpa membuka site tambang baru, mengingat masa operasi site yang cukup panjang.

“Mungkin perlu, tapi yang beroperasi sekarang masih dapat bekerja 60 tahun,” katanya saat dihubungi Kontan, Kamis (04/04).

Ia menambahkan berdasarkan catatan IMA, terdapat 1.646 lokasi pertambangan atau potensi Batubara yang tersebar di 23 provinsi di Indonesia. Dengan jumlah perusahaan Batubara sebanyak 1.045.  

Djoko juga mengatakan, pemanfaatan energi final untuk jenis energi batubara dari RPP KEN masih tinggi bahkan hingga 2060 mendatang. Salah satu penyebabnya karena pembangkit listrik tenaga batubara di Indonesia juga masih tinggi serta Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) yang masih lambat perkembangannya.                                                                             

“Pembangkit listrik yang memakai batubara di Indonesia masih lebih dari 65%. Kemudian EBTKE perkembangan-nya masih lambat, saat ini dari 2019 sampai 2023 saja baru 13%, dan masih mahal investasinya, karena harus membeli teknologinya,” ungkap dia. 

Baca Juga: Lelang Tambang Minerba Menuai Minat

Meski begitu pemenuhan target setidaknya hingga 2030 nampaknya akan terhambat mengingat ada sejumlah masalah kesulitan pengajuan dan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dengan peraturan baru.      

Untuk diketahui, pada September 2023 lalu Kementerian ESDM merilis aturan baru yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2023. Peraturan ini membagi RKAB menjadi dua, yaitu RKAB Tahap Kegiatan Eksplorasi untuk jangka waktu 1 tahun dan RKAB Tahap Kegiatan Operasi Produksi yang disusun untuk jangka waktu kegiatan 3 tahun.           

“Ya, tapi mungkin di Q1 (kuartal-1) agak menurun (produksi) karena ada keterlambatan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), sehingga ada penurunan produksi,” tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .