Pemangkasan RAPBN 2017 untuk kredibilitas anggaran



JAKARTA. Barangkali, ini adalah kali pertama pemerintah menebas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun berikutnya. Sesuai nota keuangan yang dibacakan Presiden Joko Widodo, 16 Agustus kemarin, RAPBN 2017 lebih rendah dari anggaran tahun ini.

Tentu pemerintah memiliki alasan. Kabar yang sampai ke KONTAN, salah satunya anggaran 2016 terlalu ambisius. Ini pula yang menyebabkan, anggaran 2016 tidak kredibel. Bahkan, banyak pihak menyangsikan target tahun ini bisa tercapai. Apalagi, berdasarkan capaian 5 Agustus, banyak pos yang masih jauh dari target.

Berkaca dari situ, pemerintah menebas anggaran 2017. Dalam RAPBN 2017, penerimaan tahun depan hanya ditargetkan Rp 1.737,6 triliun, turun dari target penerimaan 2016 sebesar Rp 1.786,2 triliun. Pun dengan target belanja, ditebas dari Rp 2.082,9 triliun menjadi Rp 2.070 triliun.


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beralasan, target penerimaan perpajakan 2017 tak berbasiskan APBN-P 2016, tapi berdasarkan proyeksi penerimaan perpajakan yang sudah memperhitungkan shortfall Rp 219 triliun. Itu artinya, based line target perpajakan hanya Rp 1.320,2 triliun.

Mengacu based line itu, target penerimaan perpajakan lebih besar Rp 175,7 triliun. "Basis perhitungan target penerimaan jadi lebih realistis dan kredibel," ujar dia.

Ia yakin target itu tercapai dengan asumsi ada kenaikan tax base dari pengampunan pajak.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, RAPBN 2017 cukup realistis. "Tahun depan ekonomi dalam tren membaik, konsumsi naik, seiring meningkatnya investasi swasta sebagai dampak tax amnesty," tandas dia.

Dengan target yang lebih realistis, risiko membengkaknya defisit anggaran dapat dicegah sehingga kebijakan fiskal lebih fleksibel. Meski belanja dipangkas, tapi kebijakan fiskal masih ekspansif. "Kami lihat nilai defisitnya," ujarnya.

Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Asset Management mengingatkan, ada sejumlah risiko yang harus diperhatikan, seperti potensi shortfall akibat insentif yang dirancang pemerintah.

"Contohnya jika tarif PPh badan dipangkas dari 25% jadi 17%, ada potensi penurunan pajak Rp 82 triliun," ujar dia.

Apalagi, pemerintah sudah tak bisa lagi mengandalkan tax amnesty sebagai sumber penerimaan pajak. Dengan tarif lebih gede, wajib pajak akan memanfaatkan kebijakan ini di periode pertama.

Agar fiskal lebih aman, ia menyarankan pemerintah tegas di penyaluran dana desa dan transfer daerah. Pengusaha juga memberikan catatan atas RAPBN 2017.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B Sukamdani optimistis karena pemerintah tak memasang target penerimaan pajak yang kaku. "Penerimaan negara memang butuh kepastian, tapi jangan mengganggu gerak ekonomi dan tetap memberi ruang tumbuh," katanya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia Tutum Rahanta berharap, pemerintah bisa mempertahankan daya beli masyarakat dengan kebijakan fiskalnya. "Walau orang tak punya duit, tetap harus makan," katanya.

Meski tren ekonomi dunia masih lesu, ekonomi Indonesia bisa tertolong jumlah populasi yang besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie