Pemangkasan suku bunga acuan baik untuk ekonomi



KONTAN.CO.ID - Pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia dinilai tidak akan membahayakan stabilitas makro Indonesia.

Hal itu dikatakan Morgan Stanley dalam hasil risetnya mengenai Ekonomi Indonesia yang berjudul “Suku Bunga BI; Satu Kali Pangkas dan Selesai?” yang ditulis oleh Deyi Tan, Zhixiang Su dan Fuxin Liu.

Morgan Stanley menilai, BI menurunkan suku bunga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. "Pemangkasan suku bunga 25 bps tidak akan mengganggu stabilitas makro," ujar Morgan Stanley dalam risetnya yang diterima KONTAN, Jumat (25/8).


Seperti diketahui, Bank Indonesia menurunkan suku bunga polis sebesar 25bps menjadi 4,50%. Sementara itu, suku bunga fasilitas deposit FASBI atau (Fasilitas Simpanan Bank Indonesia) dan tingkat suku bunga pinjaman FASBI, yang menentukan koridor suku bunga, juga dipangkas 25bps, menjadi 3,75% dan 5,25%.

Morgan Stanley juga memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga tersebut ditahan hingga Kuartal I dan II tahun depan. Hal itu dikarenakan Morgan Stanley memperkirakan kelas menengah akan recovery di 5,2% tahun 2017 dan 5,4% di 2018. Sebelumnya, dalam pernyataan kebijakan moneternya, BI menjelaskan bahwa penurunan suku bunga ini konsisten dengan ruang kelonggaran moneter yang ada.

Di sisi domestik, BI menyoroti inflasi lebih rendah dari perkiraan, dan diperkirakan akan tetap berada dalam kisaran target untuk tahun 2017 dan 2018. Dalam pernyataannya BI memperkirakan inflasi akan mencapai sekitar 4% di tahun 2017 dan di bawah 3,5% pada tahun 2018.

Sementara itu, BI memperkirakan defisit transaksi berjalan tetap terkendali, di level 1,5-2,0% dari PDB di 2017. Di sisi eksternal, BI menyoroti bahwa risiko eksternal telah mereda, seiring kenaikan suku bunga The Fed dan neraca yang kemungkinan lebih kecil dan lebih lambat dari perkiraan.

Meskipun demikian, BI menambahkan bahwa meskipun penurunan suku bunga diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit dan mendukung pertumbuhan, koordinasi dengan pemerintah mengenai pengeluaran fiskal juga diperlukan. Selain itu, BI juga masih mengharapkan pemulihan pertumbuhan. Dimana BI mempertahankan perkiraan PDB 2017 pada kisaran 5,0-5,4%.

BI juga memperingatkan bahwa mungkin ada beberapa koreksi pada ekspor di kuartal keempat 2017 sebagai dampak dari tingkat harga komoditas, dan terlihat juga adanya sedikit perlambatan permintaan pada manufaktur pada kuartal ketiga 2017.

Namun, diperkirakan pertumbuhan akan membaik, didorong oleh belanja infrastruktur publik dan peningkatan investasi, terutama di konstruksi publik maupun swasta. BI juga memperkirakan momentum pertumbuhan akan berlanjut pada 2018, dalam kisaran 5,1-5,5%.

Secara terpisah, BI juga tampaknya mempertimbangkan langkah-langkah lain untuk mendukung pertumbuhan kredit. Seperti Rasio Spasial loan to value. Tujuannya untuk mendukung peran intermediasi perbankan untuk pencairan yang lebih baik, karena perbedaan jumlah pinjaman mobil dan properti di wilayah yang berbeda.

Lalu juga memperluas definisi pendanaan dalam rasio loan-to-funding untuk memasukkan obligasi korporasi. Mengingat sebagian dari persyaratan cadangan Indonesia didasarkan pada rasio pinjaman loan-to-funding ratio (LFR). Persyaratan cadangan lebih tinggi untuk bank dengan LFR di luar 80% -92%.

Karena itu, sangat mungkin obligasi korporasi dimasukkan menjadi pilihan pendanaan, dengan tujuan mendorong bank agar menerbitkan lebih banyak obligasi guna memperluas fungsi intermediasinya dan untuk memacu pertumbuhan kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto