KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan suku bunga memberikan efek positif terhadap prospek PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (
MTEL). Pelonggaran moneter itu bakal memberikan ruang ekspansi yang lebih lanjut. Apalagi manajemen MTEL telah menyatakan bahwa fokus perseroan di semester II ini melakukan monetisasi alat produksi dan memperkuat bisnis di ekosistem menara. Hal itu guna memastikan pertumbuhan yang sehat, serta agresif dalam pengembangan portofolio baru di ekosistem menara, seperti fiber dan power. Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas mengatakan ekspansi dan inovasi yang dilakukan MTEL memberikan peluang untuk memperluas jaringan secara efektif. "Secara prospek, seiring dengan peningkatan kapasitas dan kualitas layanan ini akan menarik lebih banyak pelanggan dan meningkatkan pendapatan berulang," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (2/10).
Namun memang, ekspansi yang dilakukan MTEL baru dapat memberikan dampak pertumbuhan pendapatan dalam jangka panjang. Sementara itu, untuk di awal tentunya membutuhkan pendanaan cukup besar.
Baca Juga: Mitratel (MTEL) Dihembus Sentimen Positif, Intip Rekomendasi Sahamnya Meski begitu, Sukarno melihat saat ini rasio utang MTEL tidak begitu besar dan peluang meningkatkan utang untuk ekspansi masih memungkinkan. Ditambah, penurunan suku bunga menjadi pendorong tambahan untuk prospek MTEL. "Karena perusahaan bisa mencari pendanaan bank untuk ekspansi dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah dari sebelumnya," sebutnya. Analis Sinarmas Sekuritas, Yosua Zisokhi memaparkan, MTEL memiliki DER sebesar 0,4 kali pada semester I 2024, jauh lebih rendah dari rata-rata industri sebesar 2,4 kali. Rasio utang bersih terhadap EBITDA sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan rata-rata industri sebesar 4,6 kali. Lebih lanjut, penurunan suku bunga juga diperkirakan akan berdampak positif terhadap laba bersih MTEL. "Analisis sensitivitas kami mengindikasikan bahwa perubahan 100 basis poin pada tingkat suku bunga efektif untuk tahun 2025 dapat mengakibatkan penyesuaian laba bersih sebesar 4,6% dibandingkan dengan proyeksi awal kami, dengan asumsi sekitar 50,5% dari total utang MTEL memiliki tingkat suku bunga tetap," ujar Yosua.
Baca Juga: Penjualan Aset Serat Optik LINK Bisa Jadi Katalis Positif Emiten Menara Selain itu, MTEL terus mengembangkan bisnis
fiber to the tower (FTTT) sebagai salah satu penopang pertumbuhan pendapatan. Pada semester I 2024, perusahaan memiliki 37,6 ribu kilometer (km) kabel serat optik, atau tumbuh 15,6% sejak awal tahun, dan memiliki potensi pertumbuhan lebih lanjut di tengah tingginya permintaan dari operator telekomunikasi (MNO) untuk densifikasi jaringan. "Kami memproyeksikan bahwa MTEL akan terus menambah sekitar 10 ribu km kabel serat optik setiap tahunnya secara organik, sehingga kami memperkirakan pada 2028, segmen serat optik akan memberikan kontribusi sebesar 10% dari total pendapatan, dibandingkan tahun 2024 sebesar 4%," kata Yosua. Kemudian, MTEL juga secara aktif mencari peluang untuk mengakomodasi teknologi baru dalam industri telekomunikasi, seperti BTS dan antena
sharing, desain menara yang disesuaikan, dan yang terbaru, berkolaborasi dengan grup Airbus untuk mengembangkan sistem menara terbang. Menurut Yosua, meskipun masih dalam tahap pengembangan dan belum tersedia secara komersial, kemitraan ini menunjukkan komitmen MTEL untuk tetap menjadi yang terdepan dalam lanskap teknologi yang terus berkembang.
Baca Juga: MTEL Ekspansi Jaringan Serat Optik Analis BRI Danareksa Sekuritas, Nico Margaronis melanjutkan bahwa MTEL secara proaktif memperkenalkan solusi berbagi antena di Ibu Kota Negara (IKN) baru, yang memungkinkan MNO untuk mengoptimalkan sumber daya opex/capex mereka ketika diadopsi dalam skala besar untuk 4G/5G. Laporan McKinsey menunjukkan adanya penghematan sebesar 30%-40% ketika MNO berbagi biaya untuk peralatan jaringan mereka. Selain itu, MTEL memperluas penawarannya dengan sistem Starlink dan HAPS, yang menjanjikan perluasan cakupan di daerah terpencil. "Hal ini dapat menghasilkan kenaikan 10-20% pada pelanggan baru, dalam pandangan kami," sebutnya. Oleh karena itu, BRI Danareksa Sekuritas memproyeksikan pertumbuhan pendapatan organik MTEL sebesar 7% secara tahunan atau
year on year (YoY) pada 2024. Proyeksi itu mengimplikasikan peningkatan pendapatan sebesar 4% secara kuartalanĀ atau
quarter on quarter (QoQ) secara berurutan pada kuartal III dan kuartal IV, didorong oleh kontribusi yang kuat dari proyek-proyek Telkom, TSEL, penyewaan ISAT & FTTT.
Baca Juga: Mitratel (MTEL) Baru Serap Capex 20% di Semester I-2024 Meskipun memang, pihaknya juga mengantisipasi beberapa volatilitas pendapatan di sektor ini karena merger XL dan Smartfren. Namun, eksposur pendapatan MTEL terhadap kedua operator tersebut relatif minimal, yaitu 12% dan 3%, dibandingkan dengan perusahaan sejenis yang lebih besar. "Sebaliknya, kami berharap MTEL dapat memanfaatkan potensi pasca-merger, karena kami memperkirakan peluncuran yang ketat di luar Jawa," sebutnya.
Dengan demikian, Nico mempertahankan rating
buy MTEL dengan target harga Rp 960. Lalu Sukarno memberikan rating
hold dengan target harga Rp 650. Adapun Yosua juga memberikan rating
buy dengan target harga Rp 860. Rating itu mengingat prospek pertumbuhan yang kuat untuk industri menara dan serat optik di Indonesia. Lalu ditambah dengan pesatnya peningkatan penggunaan internet dan persaingan yang sehat di antara MNO, sehingga diperkirakan MTEL dapat mempertahankan pertumbuhannya, dengan menargetkan penambahan 3 ribu penyewa baru dan 15 ribu km kabel serat optik pada tahun 2024 dan 2025. Ekspansi operasional ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pendapatan dan EBITDA MTEL sebesar 8,4% dan 8,7% pada 2024 dan 5,3% dan 5,5% pada 2025. "Risiko utama termasuk fluktuasi suku bunga, perubahan peraturan telekomunikasi, peningkatan persaingan di industri menara, dan munculnya teknologi baru dalam infrastruktur telekomunikasi," tutup Yosua. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati