KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPRI) tengah menggulirkan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk mengevaluasi pelaksanaan Ibadah Haji 2024. Pasalnya, Timwas Haji DPR RI masih menemukan banyak kebijakan yang perlu perbaikan guna meningkatkan kualitas pelayanan haji, terkait manajemen kuota haji, petugas haji, dan anggaran haji. Timwas Haji DPR RI menyorot kebijakan pemerintah terkait alokasi kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah haji Indonesia lantaran setengah dari kuota tambahan tersebut dialihkan ke jemaah khusus atau haji plus (ONH Plus) yang menimbulkan keluhan dari jemaah haji reguler.
Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menjelaskan pembagian kuota haji memang ada aturannya dengan merujuk Undang Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelengaraan Haji dan Umrah. "Ketentua untuk pembagian kuota haji di pasal 8 dan 9 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelengaraan Haji dan Umrah," katanya kepada KONTAN, Selasa (18/6/2024). Untuk kuota haji ini ada dua, yakni kuota haji pokok dan kuota haji tambahan. Nah, kuota haji pokok diatur dalam UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang terdiri dari kuota haji reguler dan haji khusus. Adapun kuota haji reguler terdiri dari jemaah haji dan petugas haji. Untuk kuota haji khusus terdiri dari kuota haji jemaah khusus dan petugas haji khusus. "Komposisi kuota haji adalah 92:8. Artinya, dari total kuota haji Indonesia sebanyak 92% untuk haji reguler dan 8% haji khusus," jelas Mustolih. Sedangkan yang disoal Timwas Haji DPR RI adalah kuota haji tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan pihak pemerintah Arab Saudi. Menurut Mustolih, pembagian kuota haji tambahan ini tak diatur dalam UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah melainkan ditetapkan melalui peraturan menteri agama. Sejatinya, ketentuan mengenai kuota haji tambahan diatur dengan peraturan meneteri. Artinya, jadi kewenangan atau diskresi menteri untuk pembagiannya. "Tahun ini dari 20.000 kuota tambahan itu dibagi rata untuk haji reguler dan haji khusus, dan tidak keliru juga karena penentuannya sesuai kebijakan menteri agama. Hanya mungkin soal komunikasi saja atau ada kesepakatan kesepakan dengan panja," paparnya.
Atas dasar itu, Komnas Haji dan Umrah berharap menyakut persoalan kuota haji tambahan ini tak perlu dibesar-besarkan, karena itu sudah menjadi kewenangan menteri agama. "Ini beda dengan BPIH yang penentuannya harus melewati pembahasan dengan DPR. BPIH itu wajib mendapat persetujuan dari DPR," imbuh Mustolih. Terkait polemik pembagian 20.000 kuota haji tambahan, Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie belum memnberikan tanggapan ketika dikonfirmasi KONTAN. Sebelumnya, Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Endang Maria Astuti bilang, kebijakan tersebut mendapat sorotan karena setengah dari kuota tambahan tersebut dialihkan ke jemaah haji plus (ONH Plus) dan menimbulkan keluhan dari jemaah haji reguler. Banyak jemaah haji reguler yang merasa antriannya masih lama, kemudian ditawari untuk mempercepat keberangkatan dengan membayar lebih untuk haji plus atau haji khsusus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dadan M. Ramdan