Pembahasan alot, penyertaan untuk SMI terancam batal



JAKARTA. Rencana pemerintah untuk menambah modal melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 1 triliun terancam batal. Pembahasan masalah ini di Komisi XI berlangsung sangat a lot bahkan sebagian anggota Komisi XI menolak untuk menyepakati PMN tersebut. Sebenarnya, pemerintah sudah menyiapkan dana PMN itu dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2010. Hanya saja, untuk pencairan dana, pemerintah harus mendapatkan persetujuan dari Komisi XI DPR. Hari ini, Selasa (31/8), Komisi XI memanggil PT SMI. Agendanya adalah pembahasan penyertaan modal negara ke SMI. Pembahasan berlangsung sejak pukul 14.30 WIB namun sampai sore hari belum juga ada keputusan. Mayasak Djohan, anggota Komisi XI dari Fraksi PPP bilang, ada yang aneh dengan SMI. “Lihat saja, dari proses pendirian hingga mendapatkan akta pengesahan, berlangsung sangat singkat,” tuturnya. SMI berdiri berdasar Peraturan Pemerintah (PP) No 75/2008 yang keluar 26 Desember 2008. Namun, dua bulan kemudian, 26 Februari 2009, sudah mendapatkan akta pendirian. "Dalam praktek bisnis yang ada, tidak ada perusahaan bisa berdiri dalam waktu dua bulan," kata Mayasak. Selain itu, dalam perjalanan usahanya, SMI banyak menggandeng pihak luar untuk menjalan proyek. Parahnya lagi, pendanaan dari luar tersebut adalah utang. "Ini menimbulkan beban bagi rakyat," kata Mayasak. Arif Budimanta, anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan menambahkan, tujuan pendirian SMI juga tidak jelas. Memang, tujuan SMI adalah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Namun, umumnya pembangunan infrastruktur malah dikerjakan dan dikelola pihak swasta. Apalagi, dana suntikan modal ini tidak sedikit, yakni mencapai Rp 1 triliun. "Bila kita tidak setuju, ini bisa menghemat defisit anggaran," kata Arif. Karena pembahasan berlangsung alot, rapat kemudian ditunda. Penundaan ini untuk melakukan lobi di kalangan anggota Komisi XI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.