Pembahasan FTZ Batam masih buntu



JAKARTA. Pembahasan kajian ulang terkait persoalan pengelolaan free trade zone (FTZ) Batam hingga saat ini masih belum mencapai titik terang. Rapat koordinasi yang diikuti sejumlah kementerian pada Selasa (5/1) belum mencapai kesepakatan dalam mencari solusi untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi lewat penerapan kawasan perdagangan bebas.

Nah, persoalan utama yang belum mencapai titik temu yakni penetapan otoritas dalam pengelolaaan yang selama ini menjadi rebutan antara Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) serta Pemerintah Kota Batam. Pemerintah berjanji akan dapat menemukan solusi persoalan tersebut pada pertengahan Januari depan.

Tjahyo Kumolo, Menteri Dalam Negeri mengatakan, pihaknya mendukung untuk pembubaran BP Batam sehingga kewenangan perizinan seluruhnya akan dipegang oleh pemerintah daerah.


"Kalau diteruskan, sampai kapan pun Batam tidak mampu berkembang secara ekonomi," kata dia usai mengikuti rakor, Selasa (5/1).

Ia menjelaskan, lahirnya lembaga tersebut lewat PP Nomor 46 Tahun 2007 tentang BP Batam menyebabkan dualisme kepengelolaan kawasan industri di wilayah setempat.

Bahkan, selain menghambat perkembangan perekonomian daerah, hal tersebut juga berdampak pada hilangnya potensi pendapatan pajak hingga Rp 20 triliun per tahun.

Sehingga, pihaknya mengusulkan untuk pemerintah harus mengeluarkan kebijakan agar kepengelolaan industri di Batam hanya dipegang satu otoritas. "Kami ingin membangun Batam maupun Kepulauan Riau, bukan untuk melayani kepentingan Singapura. Caranya, harus ada satu tangan dan jangan banyak tangan," kata Tjahyo.

Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengatakan, kebijakan yang akan diambil nanti pastinya harus bertujuan untuk melindungi investor yang sudah ada maupun yang masuk kemudian.

Menurut dia, idealnya pemegang otoritas kewenangan di wilayah tersebut di bawah koordinasi Kemdagri. "Sehingga nanti kalau ada perizinan dari Kementerian Perdagangan atau Kementerian Perindustrian ya harus di bawah koordinasi Kemdagri," ujar dia.

Namun, Franky Sibarani, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan, alasan kajian ulang terkait pengelolaan otoritas di Batam dilakukan untuk mengakomodasi minat investor dari Singapura yang akan menananamkan modalnya di Batam, Bintan dan Karimun. Menurut dia, solusi persoalan dualisme kewenangan di Batam seharusnya ditujukan untuk mengefektifkan kepengelolaan yang ada.

Ia bilang, sejak tahun lalu perkembangan investasi di kawasan Batam sudah menunjukkan perkembangan yang postif misalnya frekuensi unjuk rasa yang menurun, serta peresmian industri galangan kapal Presiden Joko Widodo ke industri galangan kapal. "Sekarang lebih bagaimana konkretkan iklim investasi yang lebih baik bagi investor, bukan hanya Batam tapi juga untuk Bintan dan Karimun," kata dia.

Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian mengatakan, rapat kooordinasi tentang FTZ Batam masih belum tuntas. Pihaknya masih menerima usulan-usulan untuk mencari solusi dualisme kepengelolaan. "Kami masih akan rapat minggu depan sebelum dismpaikan ke Presiden, mungkin solusinya tidak bisa tuntas sekaligus harus ada masa transisi," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia