Pembahasan JETP Bergulir, Pemerintah Usulkan Pendanaan untuk Smart Grid



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan dana transisi energi lewat skema Just Energy Transition Partnership (JETP) masih terus bergulir.

Pemerintah mulai membuka opsi agar dana yang terhimpun melalui JETP dapat digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur ketenagalistrikan. Artinya, dana tersebut tidak hanya digunakan untuk program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan, pengurangan emisi sektor ketenagalistrikan menjadi kesepakatan global. 


Meski demikian, upaya ini membutuhkan kerjasama semua pihak serta dukungan pendanaan. 

Baca Juga: Sri Mulyani: Indonesia Butuh Rp 3.500 Triliun untuk Transisi Energi

Pemerintah pun berharap agar penggunaan dana JETP dapat digunakan untuk program-program yang menjadi kepentingan bersama.

"Kita minta (pendanaan) fokus untuk pensiun dini PLTU dan juga infrastruktur. Kalau tidak ada transmisi bagaimana mau transisi," kata Arifin ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Senin (2/10).

Arifin menjelaskan, jika kemudian pendanaan JETP tidak dapat sepenuhnya membiayai pensiun dini PLTU, maka pemerintah tetap akan berupaya melakukan program pengurangan emisi.

Salah satu langkahnya yakni dengan memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menekan emisi yang dihasilkan PLTU.

Sementara itu, Wakil Ketua Sekretaris JETP Paul Butarbutar memastikan pembahasan komitmen pendanaan JETP masih terus bergulir.

Menurutnya, pihaknya mengusulkan agar pendanaan JETP juga dapat digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur kelistrikan.

"Bukan masalah fokusnya kemana. Tetapi kemana kita memintanya. Misalnya transmisi, ada proyek-proyek yang kurang layak secara komersil. Itu kita minta untuk dibiayai," kata Paul ditemui di Kementerian ESDM, Senin (2/10).

Paul menjelaskan, pihaknya telah mengusulkan agar pembiayaan untuk proyek grid bisa dilakukan khususnya pada wilayah Sumatera dan Jawa. Meski demikian, sejauh ini belum ada keputusan resmi soal besaran dana untuk masing-masing prgram.

Pihaknya menargetkan pada 16 November 2023 mendatang, dokumen rencana investasi dalam skema kerja sama atau comprehensive investment and policy plan (CIPP) JETP dapat diluncurkan.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan, program pensiun dini PLTU sejak awal diharapkan tidak memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Program ini didesain untuk percepatan, artinya bagaimana bisa mempercepat (pensiun PLTU)," jelas Dadan di Kementerian ESDM, Senin (2/10).

Dadan mencontohkan, dalam pengelolaan PLTU, perusahaan listrik swasta umumnya menghimpun pendanaan dari perbankan. Para perusahaan ini pun memiliki kewajiban membayar bunga pinjaman tersebut.

Semisal bunga yang harus dibayarkan mencapai 12% setiap tahunnya, maka pemerintah melalui program pensiun dini PLTU mendorong opsi pembiayaan dengan bunga yang lebih murah.

"Kita cari pendanaan misalnya dari Asian Development Bank (ADB) dan lembaga lain. Mereka memberi pendanaan untuk membayar utang ini dengan bunga lebih murah misalkan 3%," tambah Dadan.

Baca Juga: PLN Akan Meraih Pendanaan Transisi Energi dari AIIB

Dadan menjelaskan, dengan perhitungan pengembalian investasi yang sama saat pembangkit mulai komersil, maka ada potensi masa operasi pembangkit berakhir lebih cepat.

"Kalau awalnya mungkin 25 tahun, sekarang mungkin bisa 20 tahun. Dia (pengusaha) tidak ada kerugian apapun, pemerintah tidak ada, pengembang tidak ada," ungkap Dadan.

Kontan mencatat, Deputi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengungkapkan, salah satu investasi yang diharapkan dari dana JETP yakni untuk membangun smart grid.

Kehadiran smart grid diharapkan dapat menguatkan suplai kelistrikan dari sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) khususnya pada wilayah seperti Kalimantan dan Sulawesi.

Hal ini pun menjadi diskusi antara Pemerintah Indonesia dengan pihak JETP.

"Ini yang kita negosiasikan sama JETP. JETP bilangnya maunya yang layak secara komersil. Kalau yang layak secara komersil kita gak butuh duit anda, kita bisa tenderin aja," kata Seto di Menara Kompas, bulan lalu.

Seto menjelaskan, kebutuhan investasi di smart grid diperlukan untuk memudahkan rencana pensiun dini PLTU pada wilayah-wilayah di luar Jawa dan Sumatera.

Seto mengungkapkan, dari hasil evaluasi yang dilakukan, ditemukan banyak sumber listrik EBT di wilayah Sulawesi. Sayangnya, lokasi yang terpisah-pisah membuat sumber energi ini belum bisa dioptimalkan.

"Tapi kalau kita kumpulkan ini bisa dapat 2 GW juga. Kalau dibuat dalam satu sistem smart grid mungkin kita bisa kurangi PLTU di Morowali, di Bantaeng," terang Seto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi