JAKARTA. Anggota DPR kembali berkantor di Senayan mulai hari ini (13/5) setelah menjalani masa reses. Tapi, masa sidang kali ini bakal menyita perhatian publik karena dewan akan menggodok Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013. Soalnya, hasil pembahasan itu akan menentukan langkah pemerintah, apakah jadi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 6.000 atau tidak. Tapi, tampaknya tidak mudah bagi pemerintah meyakinkan wakil rakyat untuk menyetujui RAPBN-P 2013 begitu saja. Sebab, pemerintah mengajukan program kompensasi kenaikan harga BBM yang sarat kepentingan politik. Misalnya, bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) yang dulu populer dengan sebutan bantuan langsung tunai (BLT).
"Pemberian BLSM sebagai kompensasi bukanlah pilihan bijak," kata Harry Azhar Azis, Anggota Komisi Keuangan XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, akhir pekan lalu. Menurutnya, BLSM sarat muatan kepentingan dan berpotensi disalahgunakan untuk urusan pribadi dan golongan, bukan murni membantu masyarakat. Penolakan BLSM juga datang dari Fraksi Partai Gerindra. Desmond Junaidi, Anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi Gerindra, mengatakan, berkaca pada laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) beberapa waktu lalu, banyak terjadi penyimpangan dalam penyaluran BLT. Makanya, "Kami akan hati-hati terhadap RAPBN-P ini," ujar dia.