Pembahasan Revisi UU KUP mundur, Apindo jadikan peluang sampaikan saran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memaklumi penundaan pembahasan Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Selain waktu yang terbatas, Apindo melihat masih ada sejumlah poin krusial yang belum mencapai titik temu dalam revisi beleid perpajakan tersebut.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menyatakan, salah satu poin penting dalam pembahasan RUU KUP ialah terkait wacana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari tubuh Kementerian Keuangan.

Hariyadi menegaskan, Apindo menolak wacana pembentukan lembaga baru dan independen untuk DJP yang diusulkan mengusung nama Badan Penerimaan Perpajakan (BPP).


"Kami berharap Ditjen Pajak tidak dibuat jadi lembaga baru karena kami tidak setuju. Lembaga independen yang sudah-sudah justru sering dipolitisasi dan menjadi overpower," pungkas Hariyadi saat ditemui, Senin (26/11).

Selain itu, wacana tersebut juga dipandang sebagai sumber ketidakpastian baru bagi pengusaha terkait aturan dan hukum perpajakan yang akan menghambat bisnis.

Ketua Bidang Perpajakan Apindo Siddhi Widya Pratama menambahkan, penundaan pembahasan RUU KUP ini juga menjadi ruang bagi pemerintah untuk meninjau kembali situasi perekonomian yang sudah berubah sejak draf RUU KUP tersebut disampaikan ke DPR tahun 2016 lalu.

"Seperti isu perang dagang, Indonesia bisa menangkap peluang salah satunya dengan UU pajak yang lebih pro dunia usaha karena kita harus melihat persaingan dengan negara luar supaya investor mau masuk," terang Siddhi kepada Kontan.co.id, Senin (26/11).

Selain itu, Apindo juga mengusulkan agar pemerintah mengulas kembali pasal-pasal terkait pidana yang menimbulkan kesan tidak adanya rasa percaya terhadap para Wajib Pajak (WP). Pemerintah seharusnya juga mengedepankan pembinaan, di samping penambahan pasal pidana dalam revisi UU KUP.

Hariyadi juga bilang, tertundanya pembahasan RUU KUP mesti dimanfaatkan untuk menyamakan visi mengenai perpajakan di bidang ekonomi digital. Dengan begitu, regulasi perpajakan sektor usaha ini bisa ikut terangkum dalam UU reformasi perpajakan dan berjalan harmonis.

Senada, Direktur Eksekutif Center of Indonesian Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, mengatakan, redefinisi subjek dan objek pajak dalam industri ekonomi digital patut diakomodasi dalam UU reformasi perpajakan.

"Yang penting harus clear bagaimana RUU ini mencerminkan visi perpajakan yang baru yang mengedepankan transparansi, kepastian hukum, fairness dan juga simplifikasi. Itu harus diterjemahkan secara detail dan harus dijamin sudah konsisten dijalankan," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto