Pembahasan Revisi UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah Mulai Tahun Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR menetapkan 39 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2023. Salah satunya, RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf menjelaskan, revisi UU Haji dan Umrah diusulkan DPR. Revisi UU tersebut diajukan untuk menyikapi dinamika yang berkembang di Arab Saudi terkait haji dan umrah.

Bukhori mengatakan, sejak tahun 2020 di Arab Saudi penyelenggaraan haji tidak hanya dilihat dari segi pelayanan. Akan tetapi juga ada aspek keekonomian.


Oleh karena itu pengelolaan umrah saat ini dilakukan Menteri Pariwisata Arab Saudi. Karena ada aspek keekonomian, perspektif tidak murni sebuah pelayanan ibadah.

"Makanya ini harus diubah. Secara normatif (pembahasan revisi UU Haji dan Umrah) harus tahun ini. Sebab, ketika sudah melewati tahun 2023, dia akan direvisi apakah akan tetap prioritas atau tidak," ucap Bukhori dalam diskusi Forum Legislasi di Kompleks Parlemen, Selasa (14/2).

Baca Juga: Dibandingkan Negara Tetangga, Apakah Biaya Haji RI Termurah atau Termahal?

Bukhori mengatakan, saat ini semua pelayanan haji dan umrah di Arab Saudi dilakukan oleh syarikat. Hal ini yang membuat adanya semacam swastanisasi terhadap penyelenggaraan haji.

Kemudian, revisi dilakukan agar regulasi lebih kompatibel untuk menyikapi kondisi terbaru. Misalnya, pada tahun kemarin pemerintah Arab Saudi tiba tiba menawarkan tambahan kuota haji sebanyak 10.000 jemaah pada beberapa hari menjelang haji.

Namun, akhirnya pemerintah menolak tawaran itu karena pertimbangan waktu persiapan yang sedikit. Yakni menjelang batas waktu dimulainya penyelenggaraan haji.

"Tidak fleksibel dalam mensikapi hal-hal perkembangan yang sifatnya baru," terang Bukhori.

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Faried Aljawi mengatakan, revisi UU 8/2019 harus memuat digitalisasi haji dan umrah seiring dengan kebijakan Arab Saudi.

Kemudian, terkait kebutuhan regulasi skema B to B dalam ekosistem penyelenggaraan umrah.

Selain itu, Faried mendorong revisi dapat membuat Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menghasilkan nilai manfaat yang optimal. BPKH juga perlu melakukan investasi pada ekosistem pelaksanaan haji di Arab Saudi.

"Kami mengusulkan tentang sinkronisasi kebijakan antar kementerian tentang penyelenggaraan ibadah haji," ucap Faried.

Baca Juga: Polemik Biaya Haji, Komisi VIII DPR Usul Revisi UU BPKH

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat