JAKARTA. Lagi-lagi Rapat Kerja DPR untuk membahas RUU Mata Uang mandek lantaran banyak pro dan kontra dari Komisi XI terkait RUU Mata Uang. Hal tersebut diutarakan para anggota Komisi XI seusai mendengar Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan dua substansi penting. Pertama, tanda tangan Menteri Keuangan dan Gubernur BI dalam setiap mata uang yang sah di negeri ini. Menurut Agus, penyertaan pemerintah dalam tanda-tangan adalah hal yang sangat penting karena, menurutnya, mata uang adalah pembayaran yang sah, mata uang sebagai alat pengukur, dan simbol kenegaraan. "Sebab itu sudah sewajarnya pemerintah ikut tanda-tangan bersama BI," ujar Agus saat Raker dengan Komisi XI di Gedung Nusantara I, Senin (4/4). Kedua, masalah redenominasi. Menurut Agus, redenominasi akan berdampak sosial dan ekonomi yang luas. Alhasil, Menkeu berpendapat jika redenominasi akan dilakukan seyogianya diatur dalam UU tersendiri. "Demikianlah semoga ada pertimbangan agar kita bisa membuat RUU Mata Uang," tegas Agus. Penjelasan Agus membuat beberapa anggota Panja RUU Mata Uang, seperti Edison Betaubun, mempertanyakan kenapa hari ini Agus membahas mengenai redenominasi. "Saya kira perdebatan panja hanya tentang tanda-tangan. Tentang redenominasi tidak ada perdebatan. Kok tiba-tiba bisa keluar hari ini. Dalam rapat panja tidak ada soal itu, hanya tanda-tangan. Saya kaget menyinggung soal itu, dari mana munculnya," ujar Edison saat rapat berlangsung. Menurut Ketua Panja RUU Mata Uang Aschanul Qosasi, saat rapat di Crown Hotel Panja RUU mata Uang dan Kementerian Keuangan sempat membahas pasal 13 ayat 2 mengenai perubahan harga rupiah yang diusulkan BI. Yang dimaksud adalah harga rupiah redenominasi dari Rp 1.000 menjadi Rp 100. Tapi, akhirnya para anggota panja dan Sekjen Menkeu Mulia Nasution sepakat untuk “mengunci” dulu masalah redenominasi. Maksudnya, BI diharuskan membahas masalah redenominasi dengan pemerintah dulu, setelah selesai barulah pemerintah datang kembali kepada DPR.
Pembahasan RUU Mata Uang diskors sampai jam 7 malam
JAKARTA. Lagi-lagi Rapat Kerja DPR untuk membahas RUU Mata Uang mandek lantaran banyak pro dan kontra dari Komisi XI terkait RUU Mata Uang. Hal tersebut diutarakan para anggota Komisi XI seusai mendengar Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan dua substansi penting. Pertama, tanda tangan Menteri Keuangan dan Gubernur BI dalam setiap mata uang yang sah di negeri ini. Menurut Agus, penyertaan pemerintah dalam tanda-tangan adalah hal yang sangat penting karena, menurutnya, mata uang adalah pembayaran yang sah, mata uang sebagai alat pengukur, dan simbol kenegaraan. "Sebab itu sudah sewajarnya pemerintah ikut tanda-tangan bersama BI," ujar Agus saat Raker dengan Komisi XI di Gedung Nusantara I, Senin (4/4). Kedua, masalah redenominasi. Menurut Agus, redenominasi akan berdampak sosial dan ekonomi yang luas. Alhasil, Menkeu berpendapat jika redenominasi akan dilakukan seyogianya diatur dalam UU tersendiri. "Demikianlah semoga ada pertimbangan agar kita bisa membuat RUU Mata Uang," tegas Agus. Penjelasan Agus membuat beberapa anggota Panja RUU Mata Uang, seperti Edison Betaubun, mempertanyakan kenapa hari ini Agus membahas mengenai redenominasi. "Saya kira perdebatan panja hanya tentang tanda-tangan. Tentang redenominasi tidak ada perdebatan. Kok tiba-tiba bisa keluar hari ini. Dalam rapat panja tidak ada soal itu, hanya tanda-tangan. Saya kaget menyinggung soal itu, dari mana munculnya," ujar Edison saat rapat berlangsung. Menurut Ketua Panja RUU Mata Uang Aschanul Qosasi, saat rapat di Crown Hotel Panja RUU mata Uang dan Kementerian Keuangan sempat membahas pasal 13 ayat 2 mengenai perubahan harga rupiah yang diusulkan BI. Yang dimaksud adalah harga rupiah redenominasi dari Rp 1.000 menjadi Rp 100. Tapi, akhirnya para anggota panja dan Sekjen Menkeu Mulia Nasution sepakat untuk “mengunci” dulu masalah redenominasi. Maksudnya, BI diharuskan membahas masalah redenominasi dengan pemerintah dulu, setelah selesai barulah pemerintah datang kembali kepada DPR.