Pembangunan Berkelanjutan dan ESG Bisa Jadi Sentimen Positif Emiten Hijau



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada hari perdagangan terakhir sebelum libur Lebaran 2024, Jumat (5/4), harga saham  PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) melonjak 17,87% atau Rp 1.050 menjadi Rp 6.925 per saham. Kenaikan harga saham BREN turut mengerek nilai kapitalisasi pasar tembus Rp 926,47 triliun. Pada Kamis (4/4), kapitalisasi pasar BREN baru sebesar Rp 785,99 triliun.

Dengan kenaikan harga saham itu, kapitalisasi pasar alias market capitalization (market cap) BREN kembali melampaui PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). BREN  menjadi saham dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar kedua setelah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). 

Bisnis berkelanjutan memang menjadi katalis positif BREN dan emiten lain yang bergelut di Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Selain dorongan dari pemerintah,  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (IJK) Selasa (20/2). TKBI merupakan klasifikasi aktivitas ekonomi untuk mendukung upaya dan tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia yang menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial.


"Sedangkan dalam taksonomi keuangan berkelanjutan kita melihatnya secara lebih komprehensif jadi melihat prioritas terkait dengan pengurangan emisi karbon tadi idalam konteks yang lebih luas bagian dari lingkungan hidup, tetapi juga secara berimbang memperhatikan aspek kemajun sosial, dan pembangunan ekonomi," papar Mahendra, Selasa (20/2). Ada tiga pilar dari pembangunan berkelanjutan yaitu lingkungan hidup pembangunan sosial, dan ekonomi.

Baca Juga: Transisi Ekonomi Hijau Diproyeksi Untungkan Ekonomi Nasional Hingga Rp 4.376 Triliun

TKBI sebagai panduan untuk meningkatkan pembiayaan berkelanjutan dalam mendukung pencapaian target net zero emission (NZE) Indonesia serta dirancang untuk dapat menjangkau semua pihak. Pengkinian Taksonomi Hijau Indonesia (THI) menjadi TKBI selaras dengan kepentingan nasional, Sementara pengembangan sistem pelaporan lembaga jasa keuangan yang mencakup pembiayaan yang berkelanjutan sesuai dengan TKBI.

OJK telah meluncurkan beberap kebijakan. Seperti Peraturan OJK (POJK) 17/2023 tentang Tata Kelola Bank Umum dan POJK 14/2023: Perdagangan Karbon dan POJK 18/2023 tentang Efek bersifat Utang dan/atau Sukuk (EBUS) Berlandaskan Keberlanjutan. Ini adakag efek bersifat utang dan/atau sukuk yang penerbitannya dikaitkan dengan pencapaian indikator kinerja utama keberlanjutan tertentu.

Dengan terbitnya TKBI ini, Indonesia telah memiliki standar klasifikasi keberlanjutan yang berkualitas tinggi yang dapat mencegah praktik greenwashing, social washing dan impact washing. "TKBI menjadi standar utama dalam mendefinisikan/klasifikasi aktivitas usaha yang mendukung upaya berkelanjutan dan pencapaian target net zero emission Indonesia, serta implementasinya dapat mengintegrasikan berbagai kebijakan keuangan berkelanjutan lain," papar Mahendra, Selasa (2/4). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian