Pembangunan desa Mandiri tidak merata, KPPOD sarankan pemerintah ubah formula



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangunan desa tertinggal dinilai masih belum merata, dimana desa mandiri masih didominasi di sisi barat Indonesia. Oleh karena itu diperlukan formula khusus untuk memberikan dana desa kepada desa yang pembangunannya masih tertinggal dibandingkan desa lainnya.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng mengatakan, pembangunan desa saat ini berfokus pada sisi barat Indonesia, seperti Jawa, dan Sumatera. Sementara pembangunan desa di bagian timur belum sebesar di wilayah barat atau dengan kata lain menjadi minoritas.

Robert mengkhawatirkan, adanya ketimpangan pembangunan desa yang semakin tebal. Sehingga diperlukan peracikan dana desa yang lebih berpihak kepada desa-desa minoritas.


“Takutnya nanti kalau kita tidak merubah desain politik dana desa, dimana anggaran untuk dana desa tidak berpihak kepada desa-desa yang minoritas, maka di khawatirkan kemajuan desa mandiri hanya berpusat di indonesia bagian barat, dan di pulau Jawa saja,” ujarnya kepad Kontan.co.id, Selasa (7/8).

Selain menimbulkan ketimpangan, dikhawatirkan aliran urbanisasi hanya terjadi dari desa ke desa di pulau Jawa saja. Menurutnya, semangat dari dana desa ini bukan hanya berpihak kepada desa saja, tapi juga mengoreksi ketimpangan antar desa.

Hingga saat ini, desa yang sudah mengalami kemandirian masih terus diguyur dana desa oleh pemerintah. Karena hal itu merupakan hak dari masing-masing desa.

“Sama seperti daerah Jakarta misalnya yang sudah maju, tetap mendapatkan dana trasfer padahal sudah mendapatkan banyak dana dari pajak retribusi,” tambahnya.

Dia melanjutkan, demi melaksanakan pembangunan yang merata, pemerintah harus berlaku adil dengan merubah formula dana desa. Menurutnya saat ini pembagian dana desa ada yang berbasis formula dan berbasis bagi rata.

Basis formula setiap tahun makin meningkat, karena hal ini mencerminkan desa yang mandiri. Semakin besar dana yang di tambah, semakin banyak yang berkembang. Dia menyarankan untuk menggunakan indeks kemahalan geografis.

“Hal itu untuk menentukan keterisolasian seperti desa-desa diperbatasan, kepulauan dan Indonesia timur dan itu harusnya mendapatkan porsi yang lebih banyak. Kemudian terkait ketimpangan bisa menggunakan gini ratio atau ketimpangan antar wilayah Itu yang harusnya dilakukan,” kata dia.

Dia menjelaskan, hingga saat ini terdapat 77% desa menggunakan sistem bagi rata, dan hanya 3% yang benar-benar digunakan untuk desa tertinggal, kemudian 20% nya itu berbasis formula. Meski hal Ini sudah meingkat di badningkan tahun lalu, tapi tetap saja hanya 20% yang sesunggunya berpihak pada tingkat kesulitan geografis atau kemiskinan.

“Karena yang desa miskin infrastrukturnya rendah, kemahalan geografis dan lannya penduduknya juga memiliki level kesejahteraan yang rendah. Nah ini yang masuk formula tadi,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Agung Jatmiko